MitraBerita | Gerakan Rakyat Aceh Menggugat (GERAM) mengkritisi rencana Badan Legislasi (Banleg) DPR-RI yang berupaya membatalkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai ambang batas (threshold) pencalonan kepala daerah. GERAM menilai DPR tidak berwenang untuk mengubah keputusan MK yang bersifat final dan mengikat.
Putusan MK menetapkan bahwa ambang batas pencalonan kepala daerah dari partai politik harus disamakan dengan ambang batas untuk calon independen atau non-partai, yaitu 7,5 persen suara pada pemilihan legislatif sebelumnya. Aturan ini diatur dalam Pasal 41 dan 42 UU Pilkada dan berlaku sejak dibacakan oleh MK.
GERAM menyoroti keterlibatan dua anggota DPR-RI asal Aceh, Illiza Sa’aduddin Jamal dan Nazaruddin Dek Gam, yang mereka anggap mendukung upaya untuk membatalkan UU yang telah ditetapkan oleh MK.
Illiza, yang berencana mencalonkan diri kembali sebagai walikota Banda Aceh, dan Nazaruddin, yang mertuanya yaitu Aminullah Usman juga akan mencalonkan diri, dianggap tidak mendukung kepentingan rakyat Aceh.
GERAM mengajak masyarakat Banda Aceh untuk menolak dinasti politik dan menegaskan pentingnya menjalankan keputusan MK yang membuka ruang demokrasi secara luas.
“Sangat disayangkan ketika MK membuka ruang demokrasi seluas-luasnya, ada pihak-pihak yang ingin memperkecilnya demi kepentingan politik pribadi atau kelompok,” ujar Verri Al-Buchari, Koordinator GERAM dan pemerhati politik.