MitraBerita | Menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024, potensi transaksi politik yang melibatkan izin tambang di Aceh menjadi perhatian serius.
Ketua DPW Aliansi Mahasiswa Anti Korupsi (Alamp Aksi) Mahmud Padang menegaskan bahwa izin pertambangan berpotensi menjadi komoditas perdagangan politik untuk meraup dukungan dan logistik, yang bisa menambah risiko korupsi di sektor Sumber Daya Alam (SDA).
“Transaksi politik yang melibatkan SDA sangat memprihatinkan dan rawan korupsi. Indikasi adanya permainan mafia tambang dalam proses politik harus diantisipasi untuk menjaga agar SDA Aceh dikelola secara berkelanjutan dan bukan hanya untuk kepentingan segelintir pihak,” kata Mahmud dalam keterangan yang diterima media ini, Senin 12 Agustus 2024.
Mahmud mengungkapkan, ada kekhawatiran bahwa elit politik pragmatis dan pelaku tambang akan memanfaatkan momentum politik untuk mengabaikan regulasi demi kepentingan pribadi dan kelompok.
“Kombinasi antara ambisi politik dan kepentingan tambang sering kali berpotensi menyebabkan korupsi, kolusi, dan nepotisme yang merugikan daerah dan rakyat,” tambahnya.
Alamp Aksi mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung untuk lebih aktif dalam mengawasi dan memberantas korupsi di sektor tambang di Aceh.
“Kita khawatir para pemimpin ke depan akan terjerumus dalam praktik korupsi karena tekanan politik, yang akan merugikan negara dan rakyat,” ungkapnya.
Mahmud juga menegaskan perlunya pengawasan ketat terhadap izin usaha pertambangan. Ia menyoroti beberapa izin yang akan segera berakhir, seperti PT Lhong Setia Mining dan PT Mifa Bersaudara, yang harus dievaluasi secara menyeluruh oleh Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA).
“DPRA harus membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk mengevaluasi apakah perusahaan tambang tersebut telah memenuhi kewajibannya sesuai aturan, termasuk CSR, tenaga kerja, dan AMDAL,” ujar Mahmud.
Pihaknya menegaskan, pemerintah harus tegas menolak perpanjangan izin jika manfaatnya lebih kecil daripada mudharatnya bagi masyarakat dan daerah. “Rakyat Aceh tidak anti investasi, tetapi jika investasi tersebut merugikan atau tidak sesuai regulasi, pemerintah harus bersikap tegas,” pungkasnya.
Mahmud juga meminta Kejagung, KPK, dan DPRA untuk memastikan bahwa perizinan tambang tidak digunakan sebagai alat politik menjelang Pilkada, dan agar kepentingan rakyat Aceh tetap menjadi prioritas utama.