MitraBerita | India terus menjadi sorotan imbas kasus pemerkosaan yang terus meningkat, terutama usai kematian dokter magang Moumita Debnath di Kolkata yang diperkosa hingga tewas pada pekan lalu.
Berdasarkan laporan sejumlah media lokal India, peristiwa terjadi ketika sang dokter tengah beristirahat di aula seminar RG Kar Medical College and Hospital usai bekerja 36 jam non-stop.
Debnath kemudian ditemukan tak bernyawa keesokan paginya dengan kondisi jasad mengenaskan dengan tubuh berlumuran darah terutama di area mata, mulut, hingga alat vital. Posisi kakinya juga dikabarkan bengkok hingga hampir 90 derajat.
Laporan polisi menunjukkan sang dokter mengalami kekerasan seksual sebelum akhirnya dibunuh. Sebanyak 150 mililiter sperma ditemukan di tubuh sang dokter.
Polisi India dilaporkan telah menangkap seorang terduga pelaku pemerkosaan bernama Sanjay Roy yang diduga seorang anggota polisi. Meski begitu, aparat masih menyelidiki apakah pelaku pemerkosaan Moumita lebih dari satu orang.
Para tenaga Kesehatan di India termasuk dokter lalu menggelar demo besar-besaran di sejumlah wilayah demi menuntut keadilan bagi mendiang Moumita dan jaminan keamanan yang lebih baik, terutama bagi kaum perempuan.
Imbas protes ini, layanan darurat di sejumlah rumah sakit tak beroperasi. Demo tersebut juga mendorong pengadilan akhirnya mengeluarkan putusan pembentukan satuan tugas anti kekerasan bagi nakes di India.
Seperti dilansir CNNIndonesia, pemerkosaan memang menjadi salah satu momok paling menakutkan bagi perempuan di India. Kasus perkosaan di India sering terjadi dan kerap berujung pembunuhan.
Biro Catatan Kejahatan Nasional India (NCRB) pada 2022 melaporkan rata-rata hampir 90 pemerkosaan dilaporkan setiap hari di India. Lalu pada 2023, data pemerintah menyebut sebanyak 31.516 kasus perkosaan terjadi di negara Asia selatan ini.
Angka perkosaan sebenarnya bisa jadi lebih tinggi karena banyak yang memilih bungkam dan enggan melapor. Mereka yang memilih tak melapor lantaran takut aksi pembalasan, stigma terhadap korban, kepercayaan yang minim terhadap polisi.
Dilansir Time, Kejahatan kekerasan seksual terhadap perempuan di India bahkan begitu umum sampai Biro Catatan Kejahatan Nasional India mencatat 1 kasus pemerkosaan di India setiap 16 menit pada 2022.
Sekretaris jenderal Persatuan Rakyat Kebebasan Sipil, Kavita Srivastava, sempat mengatakan India tengah menyaksikan fase terburuk dari kekerasan seksual terhadap perempuan.
Warga di India juga masih banyak yang memprioritaskan laki-laki dan menganggap perempuan sebagai kelas dua.
“Ini adalah India yang baru, yang mana tampak terjadi kehancuran total supremasi hukum, yang secara langsung berdampak ke kaum perempuan,” kata Srivastava pada Maret lalu, dikutip Deutsch Welle.
India pernah memperbarui undang-undang soal kekerasan seksual pada 2013. Dalam aturan tersebut, pemerintah menggandakan hukuman penjara bagi para pemerkosa menjadi 20 tahun, mengkriminalisasi pelaku penguntitan dan voyeurisme, serta menurunkan pelaku yang bisa diadili dari 18 jadi 16 tahun.
Namun, para aktivis hak perempuan menganggap langkah itu masih belum cukup untuk melindungi perempuan.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Perempuan Demokratik Seluruh India, Mariam Dhawale, mengatakan pemerintah lembek dalam memberikan hukuman ke pelaku kekerasan seksual.
“Seringkali, penyelidikan kasus pemerkosaan dikacaukan oleh polisi dan bukti-bukti tidak dikumpulkan secara tepat waktu,” ujar Dhawale, dikutip ABC News.
Kasus-kasus kekerasan seksual, kata dia, berlarut-larut tanpa ada hukuman “dan para pelaku bebas.”