Temuan NYT tersebut mengkonfirmasi kekeliruan klaim awal Iran yang menyatakan bahwa Haniyeh tewas akibat serangan rudal. Sebab, penyelidikan menunjukkan bahwa bom tersebut disembunyikan di wisma Haniyeh.
Bom itu terletak di kompleks Neshat di Teheran utara dan dijaga ketat oleh Korps Garda Revolusi Iran (IRGC). Padahal, keamanan di lokasi tersebut sangat ketat, namun terjadi kecolongan dan gagal mencegah penyelundupan bom yang dirancang untuk diledakkan dari jarak jauh.
Menurut pejabat, bom tersebut diaktifkan setelah Haniyeh dipastikan berada di kamar wismanya. Analisis yang disampaikan menunjukkan bahwa penyelundupan bom adalah metode yang digunakan.
Dua pejabat Iran yang terlibat dalam investigasi mengungkapkan bahwa taktik ledakan bom ini mirip dengan metode yang digunakan oleh Israel dalam pembunuhan ilmuwan nuklir Iran, Mohsen Fakhrizadeh, pada 2020. Hal ini mengarahkan dugaan pada keterlibatan Mossad, dinas intelijen Israel, dalam operasi ini.
Pembunuhan Haniyeh juga memicu kritik terhadap tingkat keamanan Iran, terutama karena Haniyeh adalah tamu kenegaraan dan Hamas merupakan sekutu Iran.
Pengamat internasional menganggap insiden ini sebagai kerugian besar bagi Iran, menyoroti kelemahan dalam sistem intelijen dan keamanan negara tersebut.
Yon Machmudi, pengamat hubungan internasional dari Universitas Indonesia, menilai bahwa pembunuhan ini mencerminkan kebobolan serius dalam sistem keamanan Iran.
“Pembunuhan seorang tokoh penting di wilayah yang seharusnya aman menunjukkan adanya kelemahan besar dalam intelijen dan pengamanan,” ujarnya, seperti dilansir CNNIndonesia.com, Ahad 4 Agustus 2024.