MitraBerita | Israel saat ini diperkirakan akan melanjutkan dan memperluas operasi pembunuhan terhadap para pejabat tinggi Iran dan tokoh-tokoh yang bersekutu dengan Teheran.
Langkah ini dinilai sebagai respons langsung terhadap serangkaian serangan rudal yang diluncurkan oleh Iran dan kelompok milisi pro-Teheran, yang menargetkan wilayah Israel dalam beberapa hari terakhir.
Analis militer dan keamanan, Elijah J Magnier, mengungkapkan bahwa tindakan agresif ini bertujuan untuk memperkuat citra kekuatan militer Israel di kancah internasional.
Dalam wawancaranya dengan Al Jazeera, Magnier menegaskan bahwa Israel tidak akan meninggalkan opsi pembunuhan sebagai alat untuk mengatasi ancaman dari Iran.
“Pembunuhan bukanlah opsi yang akan ditinggalkan Israel, justru sebaliknya,” ujarnya, mencerminkan keyakinannya bahwa tindakan semacam ini merupakan bagian integral dari strategi pertahanan Israel.
Sejarah menunjukkan, Israel memiliki rekam jejak dalam mengeksekusi pemimpin musuh-musuhnya. Dalam beberapa tahun terakhir, Israel berhasil menargetkan sejumlah pemimpin penting, termasuk pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh, serta pemimpin Hizbullah, Hassan Nasrallah.
Baru-baru ini, Israel juga melakukan serangan di Beirut, Lebanon, yang mengakibatkan tewasnya Brigadir Jenderal Abbas Nilforoushan, wakil komandan pasukan elit Garda Revolusi Islam Iran (IRGC).
Kematian Nilforoushan semakin memperburuk hubungan antara Israel dan Iran, dan Magnier menyatakan bahwa serangan ini dapat memicu lebih banyak aksi balasan dari Iran.
Dalam konteks ini, Magnier merinci sejumlah nama pejabat Iran yang diyakini berada dalam daftar target Israel selanjutnya. Tokoh-tokoh tersebut termasuk Ismael Qaani, Komandan Brigade Quds IRGC, dan Hossein Salami, kepala IRGC.
“Itu adalah kemungkinan yang ada di meja, dan sangat mungkin dipertimbangkan,” tambah Magnier, seperti dilansir CNNIndonesia, Jumat 4 Oktober 2024.
Respon Iran terhadap serangan Israel menunjukkan tingkat eskalasi yang signifikan. Pada 1 Oktober lalu, Iran meluncurkan 200 rudal balistik dan hipersonik ke arah Israel, sebagai serangan balasan atas pembunuhan yang dilakukan Israel terhadap Nasrallah dan Nilforoushan.
Iran mengatakan sekitar 90 persen dari rudal yang diluncurkan berhasil mencapai sasaran di Israel, termasuk pangkalan militer, sistem pertahanan anti-rudal Iron Dome, dan markas intelijen Mossad.
Meski Israel mengklaim bahwa sebagian besar rudal tersebut berhasil dicegat, kerusakan yang terjadi pada sejumlah bangunan dan pangkalan militer, termasuk jet tempur canggihnya, menimbulkan pertanyaan mengenai efektivitas sistem pertahanan.
Ini juga memicu kekhawatiran di kalangan para pemimpin Israel bahwa ancaman dari Iran semakin nyata dan berbahaya. Tensi yang meningkat antara kedua negara menunjukkan bahwa setiap langkah lebih lanjut, baik dari Israel maupun Iran, berpotensi memicu balasan yang lebih besar.
Jika Israel benar-benar melanjutkan operasi pembunuhan ini, Magnier memperingatkan bahwa Iran kemungkinan akan melancarkan serangan balasan yang lebih kuat dan merusak bagi Israel.