SAPA: Menghapus Bank Konvensional di Aceh Keputusan Gegabah

  • Bagikan
Ketua Umum SAPA, Fauzan Adami. Foto: Dok. SAPA

MITRABERITA.NET | Ketua Serikat Aksi Peduli Aceh (SAPA), Fauzan Adami, kembali mengungkapkan keprihatinannya terhadap permasalahan layanan bank syariah Indonesia (BSI) yang kembali error pada Senin 10 Februari 2025.

Menurutnya, kehadiran satu-satunya perbankan syariah tersebut menggantikan BRI, BNI dan Mandiri, telah menyebabkan dampak yang negatif bagi dunia perbankan di Aceh.

Menurutnya, alih-alih membawa manfaat, perbankan syariah tunggal ini justru merugikan masyarakat, terutama kalangan miskin dan pelaku usaha kecil.

Kata Fauzan, konversi penuh perbankan ke sistem syariah menyebabkan pengusiran bank konvensional dari Aceh yang kini malah semakin memperlihatkan dampak buruknya bagi ekonomi.

“Bukan hanya dari sisi pelayanan yang buruk, tetapi juga penghambatan akses ekonomi masyarakat serta minimnya transparansi tanggung jawab sosial (CSR) dari BSI,” ungkapnya, Senin malam.

Fauzan menegaskan, Sejak BSI menjadi satu-satunya bank menggantikan bank konvensional di Aceh, ia justru menyaksikan banyak persoalan.

“Pelayanan semakin buruk, UMKM kesulitan dan yang lebih parah, kita tidak tahu apakah BSI benar-benar berkontribusi untuk masyarakat atau hanya mengejar keuntungan semata,” ujarnya.

Ketua SAPA juga mengungkap bahwa pihaknya telah meminta laporan CSR BSI tahun 2024, tapi hingga kini belum mendapatkan data tersebut. Ia pun mempertanyakan apa yang BSI sembunyikan.

Menurut Fauzan, perbankan seharusnya menjadi pilar ekonomi yang membantu rakyat kecil dan UMKM berkembang. Namun, sejak bank-bank konvensional dihapus, masyarakat justru menghadapi semakin banyak kendala dalam memperoleh layanan keuangan.

“Di mana keberpihakan BSI kepada masyarakat? Apakah mereka benar-benar membantu pelaku usaha kecil? Jika memang ada program sosial atau dana CSR yang mereka salurkan, seharusnya diumumkan secara terbuka agar publik tahu dan bisa merasakan manfaatnya,” imbuhnya.

Selain masalah pelayanan, Fauzan menilai bahwa kebijakan penghapusan bank konvensional di Aceh adalah keputusan gegabah yang merusak ekonomi daerah.

Dengan tidak adanya persaingan perbankan yang sehat, masyarakat dipaksa menggunakan satu bank dengan pelayanan yang justru tidak profesional.

“Dulu masyarakat bisa memilih layanan perbankan sesuai kebutuhan mereka. Sekarang dipaksa hanya menggunakan BSI yang pelayanannya buruk. Apa hasilnya? Ekonomi Aceh semakin merosot, kemiskinan meningkat, dan rakyat kesulitan mengembangkan usaha mereka,” katanya.

Ia juga menduga bahwa ada kepentingan tertentu di balik kebijakan ini. Menurutnya, kebijakan ini lebih menguntungkan segelintir elite daripada memperjuangkan kesejahteraan masyarakat Aceh.

“Kita menduga ada pihak tertentu yang bermain di balik kebijakan ini. Pejabat-pejabat Aceh terlalu gegabah dalam mengambil keputusan tanpa memikirkan dampak bagi rakyat. Ini bukan keputusan yang membangun, tetapi keputusan yang merusak,” tegasnya.

Banyak bank yang harus hengkang dari Aceh karena kebijakan tersebut, seperti BRI, BNI, Mandiri, CIMB Niaga, hingga Panin, diusir begitu saja. Bahkan bank-bank syariah lain yang lebih dulu eksis di Aceh, seperti BRI Syariah, BNI Syariah, dan Mandiri Syariah, juga dipaksa tutup dan digabungkan ke dalam BSI.

“Ini kebijakan yang sangat tidak masuk akal. Bank-bank syariah yang sudah ada justru ditutup dan digantikan dengan satu bank tunggal. Dampaknya, ekonomi Aceh semakin terpuruk,” paparnya.

“Ketika ekonomi terhambat, rakyat jatuh miskin, kriminalitas meningkat, anak-anak Aceh jadi korban eksploitasi, dan banyak yang terjerumus ke dalam praktik-praktik ilegal hanya demi bertahan hidup. Lalu siapa yang mau bertanggung jawab?” kata Fauzan.

Menurutnya, ekonomi Aceh yang dulu berkembang dengan kehadiran banyak bank kini mengalami kemunduran signifikan. Banyak sektor usaha terdampak, dari toko-toko yang dulu disewakan untuk kantor cabang bank hingga usaha kecil seperti warkop dan UMKM yang menggantungkan diri pada aktivitas ekonomi di sekitar bank.

“Dulu, ketika banyak bank hadir di Aceh, ekonomi bergerak dinamis. Banyak toko disewa untuk kantor cabang, UMKM tumbuh di sekitarnya. Sekarang? Semua itu hilang. Kita kehilangan daya saing, dan Aceh semakin terperosok ke dalam kemiskinan,” jelasnya.

Di akhir pernyataannya, SAPA meminta Pemerintah Aceh meninjau ulang kebijakan monopoli perbankan ini dan memastikan bahwa perbankan di Aceh benar-benar bermanfaat bagi rakyat, bukan hanya segelintir pihak.

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *