MITRABERITA.NET | PT Makmur Inti Sawita (PT MIS), sebuah perusahaan perkebunan kelapa sawit yang beroperasi di Kabupaten Aceh Jaya, digugat ke Pengadilan Negeri (PN) Calang oleh sejumlah warga dari Gampong (Desa) Pajar dan Gampong Rentang, Kecamatan Darul Hikmah.
Warga juga mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Banda Aceh. Gugatan ini dilayangkan atas dugaan Penyerobotan Lahan milik warga yang telah berlangsung selama lebih dari satu dekade.
Sabri, salah satu penggugat dari Gampong Pajar mengatakan bahwa PT MIS diduga telah melanggar perjanjian yang sebelumnya disepakati dengan para pemilik lahan yang diserobot.
Tanah yang disengketakan merupakan lahan eks transmigrasi yang dibeli warga secara sah dan telah memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM). Namun, tanpa sepengetahuan mereka, lahan itu masuk dalam Hak Guna Usaha (HGU) milik perusahaan.
“Warga tidak bisa lagi menanam atau mengelola lahannya karena dilarang oleh pihak perusahaan. Kami merasa sangat dirugikan,” ujar Sabri, Rabu 16 April 2025.
Kuasa hukum warga, Muhammad Sandri Amin, SH mengatakan bahwa pihaknya telah melayangkan dua gugatan ke PN Calang. Pertama gugatan wanprestasi dengan nomor perkara 04/Pdt.G/2024/PN-Cag.
Kedua, pihaknya mendaftarkan gugatan perbuatan melawan hukum dengan nomor perkara 10/Pdt.G/2024/PN-Cag.
Sandri menjelaskan, konflik bermula sejak tahun 2011, saat PT MIS mulai membuka lahan yang dibeli dari beberapa warga. Namun, dalam proses tersebut, perusahaan juga membersihkan dan menanami kelapa sawit di lahan milik warga lain tanpa izin atau persetujuan.
Saat warga memprotes dan mencabut bibit sawit yang sudah ditanam, perusahaan menjanjikan sistem bagi hasil. Ternyata, hingga kini perusahaan dituding tak pernah menempati janjinya.
“Sudah lebih dari 12 tahun sejak janji itu dibuat, tapi hingga sekarang tak ada realisasi. Bahkan, warga yang mencoba memanen sawit di lahannya sendiri justru dilaporkan ke polisi, seperti klien kami, Fauzi,” ungkap Sandri.
Lahan warga yang disengketakan, luasnya hampir 30 hektare, dan kini masuk dalam tiga sertifikat HGU atas nama PT Makmur Inti Sawita, yaitu:
- HGU No. 11 Tahun 2014 seluas 176 hektare,
- HGU No. 42 Tahun 2014 seluas 86,44 hektare,
- HGU No. 43 Tahun 2017 seluas 4,989 hektare.
Ironisnya, ketiga HGU tersebut diterbitkan di atas tanah yang sudah bersertifikat SHM milik warga sejak tahun 1993. Penerbitan HGU itu dilakukan saat Teuku Johan menjabat sebagai Kepala BPN Aceh Jaya.
“Teuku Johan sendiri diketahui telah divonis penjara karena kasus korupsi redistribusi tanah di Gampong Paya Laot, Kecamatan Setia Bakti,” ungkap Sandri.
Saat ini, proses hukum memasuki tahap pembuktian lapangan. Pengadilan menghadirkan para pihak, termasuk penggugat, kuasa hukum perusahaan dan warga, perwakilan BPN, aparatur gampong, dan pihak kecamatan, untuk melakukan peninjauan langsung ke lokasi sengketa selama tiga hari.
Kasus ini menarik perhatian luas masyarakat dan berbagai kalangan. Banyak pihak mendorong agar semua instansi terkait termasuk pemerintah daerah, PN Calang, PTUN Banda Aceh, dan BPN, bertindak profesional, transparan, dan tidak berpihak.
“Dalam kasus ini, bukan hanya warga yang dirugikan, tapi ada dugaan permainan oknum-oknum tertentu yang mengambil keuntungan. Penegakan hukum yang adil dan transparan sangat dibutuhkan,” kata Sandri.