Polemik Empat Pulau, Politikus PDIP Tegaskan Keputusan Mendagri Bertentangan dengan Undang-Undang

Rieke Diah Pitaloka. Foto: Penaonline.id

MITRABERITA.NET | Kontroversi terkait penyerahan empat pulau yang sebelumnya termasuk dalam wilayah Aceh ke Provinsi Sumatera Utara terus menuai kritik hingga ke tingkat nasional.

Anggota DPR RI dari Fraksi PDIP, Rieke Diah Pitaloka, secara tegas menyatakan keputusan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian yang tertuang dalam Kepmendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 batal demi hukum.

Rieke menyoroti pentingnya supremasi hukum dalam pengambilan kebijakan, apalagi yang berkaitan dengan wilayah administratif. Ia mengingatkan bahwa Indonesia bukan negara yang dijalankan oleh kekuasaan sewenang-wenang.

“Indonesia Negara Hukum, yang berlaku adalah hukum positif, bukan hukum rimba,” ujar Rieke dalam video di akun Instagram @riekediahp, dikutip MITRABERITA.NET, Selasa 17 Juni 2025.

Keputusan tersebut menetapkan bahwa Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Besar, dan Pulau Mangkir Kecil masuk ke dalam wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.

Menurut Rieke, keputusan ini bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum dan mencederai kesepakatan perdamaian Helsinki yang menjadi tonggak penting rekonsiliasi nasional antara pemerintah pusat dan rakyat Aceh.

Lebih lanjut, Rieke mengingatkan tentang pentingnya menghargai kontribusi Aceh dalam sejarah kemerdekaan Republik Indonesia.

“Ingat Sejarah, Radio Rimba Raya Aceh Selamatkan Indonesia dari Agresi Belanda!” kata Rieke menegaskan.

Meski mengkritik keputusan Mendagri, Rieke justru mengapresiasi sikap Presiden Prabowo Subianto yang segera mengambil alih upaya penyelesaian konflik administratif ini antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara.

Ia juga mengingatkan bahwa para menteri adalah pembantu Presiden. Presiden Indonesia saat ini adalah Presiden Prabowo Subianto, semua Mmenteri harusnya berkonsultasi dengan Presiden Prabowo.

Rieke juga menjabarkan aspek yuridis yang menurutnya diabaikan dalam penerbitan keputusan tersebut. Ia menyinggung Pasal 7 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 yang mengatur hierarki peraturan perundang-undangan.

“Sementara, keputusan Mendagri No. 300.2.2-2138 Tahun 2025 terindikasi kuat bertentangan dengan peraturan perundangan dan mencederai akta perdamaian Helsinki,” katanya.

Rieke menjelaskan, Aceh merupakan daerah istimewa yang wilayahnya telah ditetapkan dalam UU Nomor 24 Tahun 1956 dan ditegaskan kembali dalam poin 1.1.4 Perjanjian Helsinki.

“Poin 1.1.4 menegaskan batas wilayah Aceh meliputi seluruh wilayah Keresidenan Aceh, termasuk wilayah Singkil dan pulau-pulaunya,” jelasnya.

Ia juga berterima kasih kepada wakil presiden Indonesia ke 10 dan 12, Jusuf Kalla atas pernyataannya yang menegaskan aspek historis dan administratif empat pulau tersebut.

“Bapak Jusuf Kalla mengingatkan secara formal dan historis keempat pulau yang diputuskan Mendagri menjadi bagian Provinsi Sumatera Utara, sesungguhnya merupakan wilayah administratif Provinsi Aceh,” pungkasnya.

Editor: Redaksi