MITRABERITA.NET | Dalam lanskap ekonomi dan bisnis di Indonesia, terdapat tiga pelaku utama yang membentuk fondasi kegiatan bisnis dan perekonomian nasional: negara, swasta, dan koperasi/UMKM.
Negara menjalankan peran ekonominya melalui penerimaan pajak seperti PPN, PPh, dan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). Di sisi lain, sektor swasta mendominasi melalui sistem konglomerasi dan oligopoli yang menguasai industri dari hulu ke hilir.
Namun, satu pelaku ekonomi sering terlupakan yang justru paling dekat dengan rakyat adalah koperasi dan UMKM. Mereka adalah pelaku ekonomi kerakyatan yang jumlahnya paling banyak di seluruh Indonesia.
Menurut Dr. Amri, SE, MSi, seorang akademisi dari Universitas Syiah Kuala (USK) sekaligus Pengamat Ekonomi dan Bisnis, koperasi dan UMKM bukan hanya pelengkap ekonomi nasional, tetapi sesungguhnya tulang punggung yang mewakili amanat konstitusi.
“Pelaku ekonomi ketiga yaitu koperasi sejalan dengan Pasal 33 ayat (1) karena ia mewujudkan perekonomian yang berlandaskan semangat gotong royong, tidak mementingkan individu, dan mengutamakan kebersamaan,” ujarnya kepada MITRABERITA.NET, Ahad 1 Juni 2025.
Namun, muncul pertanyaan kritis, apakah gagasan tentang “Koperasi Merah Putih” dan “Indonesia Maju” yang dipelopori Presiden Prabowo Subianto benar-benar nyata, atau sekadar omon-omon alias retorika tanpa realisasi?
Dr. Amri melihat bahwa idealisme koperasi sebagai sarana pemerataan ekonomi telah lama digaungkan sejak era kemerdekaan. Namun, hingga sekarang pelaksanaannya masih penuh tantangan.
“Masalah klasik koperasi kita adalah manajemen yang lemah, kurangnya literasi keuangan, dan keterbatasan akses permodalan. Padahal, jika didorong serius, koperasi bisa menjadi motor penggerak kemandirian ekonomi bangsa,” katanya.
Dr. Amri juga mengatakan bahwa Indonesia memiliki lebih dari 65 juta pelaku UMKM yang menyerap lebih dari 90 persen tenaga kerja nasional. Kontribusi mereka terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia juga sangat besar.
Ia menegaskan, jika koperasi dan UMKM ini diperkuat dengan sistem digitalisasi, pendampingan, serta kebijakan afirmatif, kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi nasional bisa jauh lebih besar.
“Koperasi Merah Putih itu harus menjadi simbol perlawanan terhadap dominasi ekonomi yang tidak adil. Tapi ini tidak akan terwujud tanpa political will yang nyata, bukan hanya jargon,” tegas Dr. Amri.
Ia juga mendorong pemerintah agar tidak hanya menjadikan Koperasi Merah Putih sebagai wacana pembangunan, tapi juga sebagai strategi konkret untuk pemerataan ekonomi di tengah ketimpangan yang semakin nyata.
“Kita harus memulai dari pendidikan ekonomi berbasis koperasi sejak sekolah, memperkuat regulasi dan insentif, serta menempatkan koperasi dalam ekosistem strategis nasional,” imbuhnya.
Di akhir wawancara, Dr. Amri mengatakan bahwa koperasi Merah Putih bukan hanya alat ekonomi, tapi juga alat perjuangan. “Jika Koperasi Merah Putih dikelola serius, dengan nilai-nilai kejujuran, transparansi, dan kebersamaan, maka Indonesia Maju bukan lagi omon-omon, tapi kenyataan.”
“Koperasi adalah pilar ekonomi negara. Pertanyaannya sekarang, apakah kita siap membangun sistem ekonomi yang adil dan berbasis rakyat, atau masih ingin terjebak dalam retorika kosong yang berulang-ulang? Itu pertanyaan yang paling penting dan harus dijawab dengan kenyataan,” pungkasnya.
Penulis: Hidayat | Editor: Redaksi