Komersialisasi Komoditi Sulfur dari Proyek BLOK A, PT PEMA Abaikan Pelaku Usaha Lokal

PT PEMA. (Foto: Dok. MB)

MITRABERITA.NET | Kegiatan pengelolaan Komoditi Sulfur oleh PT. PEMA dari Proyek Pengembangan Gas WK (BLOK) A di Kabupaten Aceh Timur, dinilai belum memberikan kontribusi nyata bagi warga lingkar tambang migas dan Pemkab Aceh Timur.

Limbah sulfur dari proses produksi Central Processing Plant (CPP) PT. Medco E&P Malaka, dengan rata-rata disebut dapat menghasilkan bahan mentah sulfur 500 ton/bulan.

Sejak 2020 hingga 2025 PT. PEMA mendapatkan hak kelola, dengan menjual bahan mentah ke luar daerah melalui pelabuhan Aceh Utara dan pelabuhan Langsa, dan pengapalan perdana sebanyak 1.300 ton melalui pelabuhan KEK Arun Blang Lancang Lhokseumawe, Jumat 14 Januari 2022.

Komersialisasi komoditi sulfur yang dikeruk dari perut bumi Aceh Timur, menuai protes dan kritikan dari warga lingkar tambang, karena PT. PEMA dinilai tidak berkontribusi dalam memberdayakan potensi lokal daerah seperti tenaga kerja, pelaku usaha lokal maupun pelabuhan di Kabupaten Aceh Timur.

Peran BUMD tersebut selama ini, disebut hanya sebagai transporter/ pengangkut, menimbun di pelabuhan Aceh Utara atau Langsa dengan sewa pelabuhan mencapai puluhan hingga ratusan juta rupiah perbulannya, lalu menjual bahan mental sulfur ke luar daerah.

Anggota Geurakan Rakyat Menggugat (GEURAM) Nuraqi, yang juga sebagai salah seorang perwakilan masyarakat Aceh Timur, mendesak PT. PEMA, BPMA dan PT Medco E&P Malaka agar mengevaluasi kembali kontrak tersebut.

“Jika tidak, ini akan menimbulkan kecemburuan sosial dan dapat memicu konflik warga dengan perusahaan plat merah tersebut,” ungkapnya kepada Wartawan MITRABERITA.NET, Kamis malam 8 Mei 2025.

Nuraqi berharap, komersialisasi komoditi sulfur oleh PT PEMA, tidak sebatas mengangkut dan menjual bahan mentah ke luar daerah, namun mengabaikan potensi lokal yg ada di Aceh Timur.

“PT. PEMA harus memproduksi mengubah bahan mentah sulfur menjadi bahan setengah jadi di wilayah Aceh Timur,” tegasnya.

Ia berharap PT PEMA menggunakan pelabuhan Simpang 3 Julok atau Pelabuhan Idi, Aceh Timur, serta menggandeng pelaku usaha dan tenaga kerja lokal.

“Dengan begitu, multiplayer effect dapat tercapai dan menurunkan volume sulfur yang diangkut, sehingga biaya pengangkutan sulfur (handling) dapat dihemat ratusan juta rupiah perbulannya,” pungkasnya.

Belum ada tanggapan dari pihak PT PEMA terkait dengan pernyataan ini. Wartawan MITRABERITA.NET telah mengirim pesan kepada Dirut PT PEMA Mawardi Nur, via WhatsApp meminta tanggapan mengenai pernyataan tersebut.

Selain itu, Humas PT PEMA Cut Nanda, yang dikonfirmasi sempat bertanya, Nuraqi selaku narasumber memberikan pernyataan atas nama lembaga atau organisasi apa.

“walaikumsalam.. statement tsb Nuraqi dari lembaga atau organisasi mana ya bg..,” kata Cut Nanda, saat dimintai tanggapannya.

Selanjutnya, hingga berita ini tayang belum ada tanggapan lanjutan atau pernyataan resmi dari perusahaan tersebut.

Penulis: Samsul Bahri | Editor: Redaksi