Pengakuan Mengejutkan Tentang Aceh yang Mencengangkan: Daerah Konflik yang Kini Berubah 180 Derajat

Masjid Raya Baiturrahman. Foto: Ilustrasi

SIAPA sangka, provinsi yang dahulu dilabeli dunia sebagai “Daerah Konflik” dan “Zona Merah” kini justru mencuri perhatian kalangan investor global. Bahkan, seorang pejabat tinggi dari Hangzhou, Tiongkok, menyebutnya dengan istilah yang luar biasa: “Aceh adalah berlian yang belum dipoles.”

Pernyataan itu keluar dari mulut Lucita, Sekretaris Jenderal Hangzhou Chamber of Commerce Indonesia, dalam kunjungannya ke Rumah Dinas Wakil Gubernur Aceh pada Kamis malam 1 Mei 2025 lalu. Kalimat tersebut tak sekadar basa-basi diplomatik, melainkan pengakuan tulus yang lahir dari pengamatan langsung dan pengalaman pribadi.

“Awalnya teman-teman investor dari Hangzhou sangat takut datang ke Aceh,” ujar Lucita tanpa ragu, mengungkapkan kenyataan yang selama ini menjadi ganjalan di benak para pelaku bisnis internasional.

Namun semua berubah ketika Lucita memutuskan untuk melihat sendiri seperti apa Aceh saat ini. Ia menginjakkan kaki di Sabang, menikmati keindahan lautnya, berbincang dengan penduduk lokal yang ramah, dan menyaksikan sendiri bagaimana Aceh telah tumbuh menjadi wilayah yang damai, terbuka, dan menjanjikan.

“Saya sudah lebih dulu datang ke Aceh, sempat ke beberapa daerah, termasuk Sabang. Bagi saya, Aceh adalah sebuah berlian yang belum dipoles. Karena itu, saya mengajak teman-teman berinvestasi di Aceh. Awalnya mereka takut. Namun dengan sambutan masyarakat dan Pemerintah Aceh, kami merasa inilah waktu yang tepat untuk datang dan berinvestasi di Aceh,” ujarnya, penuh keyakinan.

Lucita tak datang sendiri. Bersamanya hadir Mr. Wang, seorang pengusaha berpengaruh yang memimpin 23 perusahaan di Hangzhou. Mr. Wang disebut sangat tertarik pada potensi kelautan Aceh, khususnya produk unggulan seperti cumi, lobster, dan tripang. Bukan hanya sekadar wacana, sudah ada 10 perusahaan yang menyatakan minat berinvestasi di sektor perikanan Aceh.

“Jika ada pelabuhan ekspor dari Aceh, tentu akan sangat bagus,” jelas Lucita, mengisyaratkan bahwa infrastruktur ekspor adalah kunci agar Aceh benar-benar bisa melejit di mata dunia.

Tak berhenti di sektor laut, para investor Tiongkok juga mengincar sektor agrobisnis. Menurut Lucita, langkah selanjutnya adalah mendorong terjalinnya perjanjian resmi antara Pemerintah Aceh dan Hangzhou Chamber of Commerce, sebagai dasar hukum dan kepercayaan bersama.

“Kami ingin kerja sama formal agar bisa menyampaikan hal ini ke lebih banyak investor di Hangzhou,” pungkasnya.

Pernyataan dan tindakan Lucita menjadi sinyal kuat bagi investor global: Aceh telah berubah. Tidak lagi tertinggal, tidak lagi tertutup, dan sama sekali bukan tempat yang menakutkan.

Aceh, kini menyodorkan pemandangan menawan, stabilitas sosial, serta komitmen kuat dari pemerintahnya bersama rakyat untuk merangkul investasi luar negeri.

Jika sebelumnya Aceh dianggap sebagai cerita luka lama, hari ini ia menjelma menjadi bab baru yang ditulis dengan harapan dan peluang. Dunia kini diundang untuk menyaksikan dan menjadi bagian dari transformasi besar ini.

Aceh memang pernah mengalami konflik bersenjata selama puluhan tahun, tapi kini Tanah Rencong siap bersinar kembali. Berlian itu akhirnya bersiap dipoles. Semoga ini bukan sekedar rencana!