MitraBerita | Selama tiga malam berturut-turut, ribuan jamaah memadati halaman Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh, untuk mengikuti rangkaian acara zikir bersama yang bertajuk “Aceh Seuramoe Meukkah: Zikir Dalam Nanggroe dan Bumoe Aulia Dalam Zikir.”
Acara ini digelar sebagai bagian dari perayaan Dirgahayu ke-79 Republik Indonesia yang jatuh pada 17 Agustus 2024. Dalam suasana khidmat dan penuh kekhusyukan, ribuan jamaah bersatu dalam lantunan zikir dan shalawat yang menggetarkan jiwa.
Setiap malam, setelah shalat Isya berjamaah, suasana Masjid Raya Baiturrahman dipenuhi oleh suara yang menggema, menciptakan atmosfer semangat perjuangan dan keagungan bulan Agustus. Zikir bersama ini juga menjadi momen refleksi nilai-nilai spiritualitas yang telah lama menjadi kekuatan Aceh sebagai Serambi Mekkah.
Puncak acara pada malam penutupan, yang bertepatan dengan malam Ahad, 17 Agustus 2024, semakin istimewa dengan kehadiran Syekh H. Soffan Halim dari Seremban, Negeri Sembilan, Malaysia. Ia adalah Pimpinan Pondok Pesantren Al Aliyyah Sikamat, yang datang khusus untuk berpartisipasi dalam acara ini.
Dalam sambutannya, Syekh Samunzir bin Husein mengungkapkan rasa syukurnya atas suksesnya acara zikir dan mengumumkan rencana untuk memperluas jangkauan spiritualitas ke Malaysia.
Terinspirasi oleh kedekatan Aceh dan Malaysia—dari segi jarak, kesamaan hari kemerdekaan, serta ikatan budaya dan keagamaan—Syekh Samunzir mengumumkan rencana untuk menyelenggarakan “Zikir Aceh-Malaysia” pada Agustus 2025.
Syekh Samunzir menegaskan bahwa hubungan antara Aceh dan Malaysia tidak hanya bersifat geografis, tetapi juga budaya dan agama. Kedua wilayah ini merupakan bagian dari rumpun Melayu dan memegang teguh ajaran Islam Ahlussunnah Wal Jamaah berbasis pesantren.
“Dekatnya jarak terbang dan kemerdekaan yang dirayakan pada bulan yang sama menunjukkan betapa eratnya hubungan kita. Kita bukan hanya tetangga, tetapi juga saudara dalam iman dan budaya,” ujarnya.
Syekh Samunzir mengajak seluruh jamaah untuk mempersiapkan diri dan berpartisipasi dalam acara “Zikir Aceh-Malaysia” yang direncanakan pada Agustus 2025. Jika tidak ada halangan, jamaah dari Aceh akan terbang ke Malaysia untuk berzikir bersama saudara seiman di sana.
“Jika bukan dari Malaysia, dari Aceh kita terbang. Kita berzikir di sana, Insya Allah,” tambahnya dengan optimisme.
Acara zikir selama tiga malam ini bukan hanya sekedar ritual keagamaan, tetapi juga sebuah gerakan spiritual yang menyatukan umat. Dengan tema “Aceh Seuramoe Meukkah: Zikir Dalam Nanggroe dan Bumoe Aulia Dalam Zikir,” acara ini mengingatkan kembali pada peran Aceh sebagai pusat spiritualitas dan peradaban Islam di Asia Tenggara.
Ribuan jamaah tidak hanya merasakan keagungan zikir, tetapi juga terinspirasi untuk menjaga dan melestarikan nilai-nilai luhur yang diwariskan oleh para ulama terdahulu.
Kehadiran ulama dari Aceh dan Malaysia semakin memperkuat pesan bahwa persatuan umat Islam dapat diwujudkan melalui zikir dan ibadah bersama. Di tengah tantangan dunia yang semakin kompleks, zikir menjadi alat untuk menguatkan jiwa, menyucikan hati, dan mempererat tali persaudaraan antara sesama Muslim.
Acara ini ditutup dengan foto bersama sebagai simbol persatuan dan kebersamaan. Rangkaian zikir selama tiga malam meninggalkan kesan mendalam bagi seluruh jamaah yang hadir, yang pulang dengan hati penuh ketenangan dan semangat baru untuk mengamalkan ajaran Islam.
Dengan suksesnya acara ini, diharapkan rencana “Zikir Aceh-Malaysia” pada tahun 2025 dapat terlaksana dengan baik, menjadi ajang silaturahmi dan penguatan spiritualitas antara dua negara serumpun.