Indeks

Revitalisasi Ekonomi Aceh: Peluang dan Tantangan di Tengah Pemulihan

  • Bagikan
Pengamat Ekonomi dan Bisnis dari Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, Dr Amri SE MSi. Foto: Dok. Pribadi

MitraBerita | Aceh, provinsi yang dikenal dengan keindahan alam dan budaya yang kaya, kini tengah berupaya mengoptimalkan potensi ekonominya pasca konflik berkepanjangan dan bencana alam tsunami pada tahun 2024.

Provinsi Aceh terdiri dari 23 Kab/kota 290 Kecamatan dan 6497 Desa/Gampong dengan jumlah penduduknya 5,5 juta jiwa dengan luas wilayah 58.376 km persegi.

Pada umumnya masyarakat hidup pada sektor pertanian, perkebunan, perikanan, dan peternakan. Khusus di pesisir Aceh, mata pencaharian masyarakat lebih dominan pada sektor petani kebun, petani sawah, nelayan dan peternak. Namun, karena kegiatan ekonomi dan bisnis di Aceh yang relatif kurang, kegiatan dagang pun relatif sedikit.

Pengamat Ekonomi dan Bisnis dari Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, Dr Amri SE MSi, yang dihubungi Wartawan MitraBerita pada Kamis 7 November 2024, menjelaskan bahwa dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah bersama masyarakat dan pelaku UMKM Aceh berusaha keras untuk merevitalisasi sektor ekonomi.

“Selama ini kita melihat pemerintah dan sektor swasta terus fokus pada pengembangan pertanian, pariwisata, dan industri kreatif,” ujarnya.

Dr Amri mengatakan bahwa sektor pertanian menjadi salah satu tulang punggung ekonomi Aceh. Apalagi, Aceh terkenal dengan hasil pertanian seperti kopi Gayo, yang bahkan telah menembus pasar internasional.

“Kita terus mendorong pemerintah daerah untuk menerapkan teknologi pertanian modern demi meningkatkan produktivitas dan kualitas hasil pertanian. Program pelatihan bagi petani juga harus digalakkan untuk memperkenalkan praktik pertanian berkelanjutan,” katanya.

Dosen Ekonomi dan Bisnis pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis USK itu mengatakan, saat ini sektor pariwisata Aceh juga semakin berkembang. Dengan potensi wisata alam yang melimpah, mulai dari pantai hingga pegunungan, Aceh dianggap mampu menarik minat wisatawan domestik dan mancanegara.

Selama ini pemerintah juga meluncurkan berbagai festival budaya dan kegiatan promosi untuk meningkatkan visibilitas Aceh sebagai destinasi wisata. Namun, tantangan seperti infrastruktur masih perlu ditingkatkan dan isu keamanan harus terus diatasi untuk mendukung pertumbuhan sektor ini.

Industri kreatif juga menjadi fokus pengembangan ekonomi Aceh. Dari kerajinan tangan hingga kuliner khas Aceh. Pemerintah diharapkan terus mengajak para pelaku usaha untuk berinovasi dan memasarkan produk lokal.

Dia juga menegaskan bahwa program inkubasi bisnis dan dukungan akses permodalan menjadi langkah penting untuk memberdayakan pelaku usaha kreatif di Aceh.

Meskipun ada banyak peluang, tapi tantangan tetap menghantui ekonomi Aceh. Ketidakpastian politik, perubahan iklim, dan kebutuhan akan investasi yang lebih besar menjadi isu yang harus dihadapi.

“Dengan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta, Aceh memiliki potensi besar untuk bangkit di masa depan dan mencapai kemajuan ekonomi yang berkelanjutan,” ungkapnya.

Di sisi lain, Dr Amri juga menyoroti peningkatan ekonomi di Aceh untuk memproduksi barang dan jasa yang relatif kurang, ditambah lagi dengan inflasi.

“Karena itulah Aceh perlu membangun infrastruktur dasar ekonomi, menarik banyak investor, dan menaikkan perdagangan barang dan jasa, baru ekonomi Aceh bisa maju dan masyarakat akan sejahtera,” katanya.

Sementara untuk mensejahterakan masyarakat di Aceh, ia menegaskan perlu dilakukan perbaikan ekonomi secara keseluruhan. “Kesejahteraan rakyat itulah yang kita maksud Aceh maju Islami dan bermartabat,” jelasnya.

Jika berhasil memanfaatkan sumber daya yang ada dan berhasil meningkatkan keterampilan masyarakat, lanjut Amri, maka Aceh tidak hanya bisa menjadi provinsi yang sejahtera, tetapi juga dapat menjadi contoh bagi daerah lain di Indonesia dalam mengelola dan memanfaatkan potensi ekonomi lokal.

  • Bagikan
Exit mobile version