Misi Gagal Bobby Nasution: Ditinggal Mualem Saat Bahas Sengketa Empat Pulau

Misi Gagal Bobby Nasution: Ditinggal Mualem Saat Bahas Sengketa Empat Pulau. Foto: Humas Pemerintah Aceh

MITRABERITA.NET | Kunjungan Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution ke Banda Aceh yang dijadwalkan untuk membahas kolaborasi potensi empat pulau di perbatasan Aceh dan Sumut, berubah menjadi sorotan publik setelah Gubernur Aceh Muzakir Manaf tak menanggapinya dengan serius dan memilih melanjutkan agenda kerja ke wilayah barat selatan Aceh.

Bobby tiba di Pendopo Gubernur Aceh sekitar pukul 09.30 WIB didampingi Bupati Tapanuli Tengah Masinton Pasaribu. Pertemuan tersebut telah dijadwalkan untuk berdiskusi langsung dengan Gubernur Aceh yang akrab disapa Mualem, terkait status empat pulau milik Aceh yang tiba-tiba beralih ke Sumut.

Namun yang mengejutkan, Mualem yang tak lain adalah eks Panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM) memilih melanjutkan kunjungan kerjanya daripada berdiskusi dengan Bobby.

Pihak Humas Pemerintah Aceh membenarkan informasi tersebut. Alhasil, pertemuan dua kepala daerah yang semestinya membahas kolaborasi strategis itu urung terlaksana.

Meskipun begitu, Bobby menyampaikan kepada awak media bahwa kunjungannya tetap membawa pesan kolaborasi dan semangat kerja sama antar provinsi.

“Tadi saya bicara dengan Gubernur Aceh, ketika pulau itu ada di Sumatera Utara atau nanti kembali ke Aceh, kita ingin sama-sama potensinya dikolaborasikan,” kata Bobby.

Pernyataan itu menjadi perhatian tersendiri, mengingat persoalan tapal batas empat pulau tersebut bukan hal baru. Ada apa? Apa yang ada di dekat empat pulau itu sehingga begitu gigih ingin mendapatkannya?

Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Setda Aceh, Syakir, menegaskan bahwa status wilayah keempat pulau itu telah melalui proses klarifikasi sejak lama.

“Empat pulau di perbatasan itu telah terjadi kekeliruan konfirmasi koordinat pada tahun 2009 lalu,” tegas Syakir.

Menurutnya, pada 2018 Pemerintah Aceh telah menyampaikan klarifikasi atas kekeliruan tersebut dan meminta fasilitasi dari Kementerian Dalam Negeri.

Syakir juga mengungkapkan bahwa dokumen paling kuat yang dimiliki Aceh adalah surat kesepakatan bersama tahun 1992 antara Gubernur Aceh saat itu, Ibrahim Hasan, dan Gubernur Sumut Raja Inal Siregar, yang disaksikan langsung oleh Mendagri Rudini.

“Dalam dokumen itu jelas garis batasnya yang menunjukkan keempat pulau tersebut masuk wilayah Aceh,” tegasnya untuk menegaskan bahwa “tidak ada kompromi terhadap tapal batas.”

Sinyal Politik GAM?

Peristiwa ini langsung mengundang sorotan luas. Banyak pihak bertanya-tanya apakah penolakan Mualem untuk berdiskusi mengenai empat pulau itu merupakan sinyal politik kuat, atau sekadar miskomunikasi jadwal.

Namun yang pasti, publik di Aceh kini semakin memperhatikan konflik tapal batas antar provinsi ini. Apalagi, jika dikembalikan kepada poin-poin perdamaian di Helsinki.

Kepemilikan atas empat pulau yang berada di perbatasan Aceh Singkil dan Tapanuli Tengah ini memang menyimpan potensi sengketa yang berlarut jika tak ditangani secara tegas dan berdasarkan sejarah.

Kementerian Dalam Negeri disebut telah mengetahui persoalan ini, namun hingga kini belum ada keputusan final yang diumumkan secara resmi kepada publik.

Editor: Redaksi