MITRABERITA.NET | Dalam putusan penting yang berpotensi mengubah peta politik dan sistem kepemiluan nasional, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan pemisahan antara pelaksanaan Pemilu Nasional dan pemilihan daerah.
Keputusan tersebut diambil dalam sidang pembacaan putusan atas uji materi terhadap sejumlah pasal dalam UU Pemilu dan UU Pilkada, Kamis 26 Juni 2025.
MK menetapkan bahwa pemilu nasional, meliputi pemilihan anggota DPR, DPD, serta Presiden dan Wakil Presiden, akan tetap digelar secara serentak.
Namun, untuk pemilihan daerah yang mencakup anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, serta kepala daerah (gubernur, bupati, wali kota), akan dilakukan secara terpisah, yakni paling cepat dua tahun atau paling lambat dua tahun enam bulan setelah pemilu nasional digelar.
“Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian,” ujar Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar putusan nomor 135/PUU-XXII/2024.
Gugatan ini dilayangkan oleh Yayasan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) yang mengajukan uji materi terhadap ketentuan dalam Pasal 167 ayat (3), Pasal 347 ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, dan Pasal 3 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada.
Mereka menilai, ketentuan tersebut bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi dan konstitusi sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 ayat (2), Pasal 18 ayat (4), dan Pasal 22E UUD 1945.
MK juga menyatakan bahwa Pasal 167 ayat (3) UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, dengan syarat-syarat tertentu.
“Sepanjang ke depan tidak dimaknai, ‘Pemungutan suara dilaksanakan secara serentak untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden/Wakil Presiden, dan setelahnya dalam waktu paling singkat 2 tahun atau paling lama 2 tahun 6 bulan sejak pelantikan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah atau sejak pelantikan Presiden/Wakil Presiden dilaksanakan pemungutan suara secara serentak untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota, dan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota pada hari libur atau hari yang diliburkan secara nasional,” bunyi amar putusan MK.
Keputusan ini menandai langkah baru dalam sistem demokrasi Indonesia dan diyakini akan membawa dampak besar dalam perencanaan, efisiensi, serta kualitas penyelenggaraan pemilu ke depan.
Sumber: INews.id | Editor: Redaksi