MITRABERITA.NET | Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengungkap bukti mengejutkan dalam kasus dugaan korupsi penetapan kuota haji 2023–2024 di Kementerian Agama.
Lembaga anti rasuah itu menyita uang tunai senilai 1,6 juta dolar Amerika Serikat (AS) atau setara Rp26 miliar, serta sejumlah aset berupa tanah, bangunan, dan kendaraan mewah.
“Penyidik telah melakukan penyitaan, di antaranya sejumlah uang 1,6 juta dolar AS atau sekitar Rp26 miliar,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, kepada wartawan di Jakarta, Selasa 2 September 2025.
Selain uang tunai, penyidik KPK juga mengaku telah mengamankan empat unit mobil serta lima bidang tanah dan bangunan di beberapa lokasi.
Menurut Budi, penyitaan dilakukan dalam beberapa tahap, termasuk saat penggeledahan di sejumlah tempat yang diduga terkait dengan perkara tersebut.
“Kendaraan roda empat ada sekitar empat unit, dan penyitaan aset tanah serta bangunan sebanyak lima bidang. Penyitaan ini dilakukan dalam beberapa kali, termasuk saat penggeledahan,” jelasnya.
Meski demikian, KPK belum mengungkap identitas pihak dari tangan siapa aset-aset itu disita. Lembaga antikorupsi masih mendalami dugaan keterlibatan sejumlah pejabat maupun pihak swasta dalam kasus ini.
Seperti disadur iNews.id, dugaan korupsi ini bermula dari pengelolaan kuota haji 2023, ketika Indonesia mendapatkan tambahan kuota sebesar 20.000 jemaah.
Sesuai aturan, 92 persen seharusnya diperuntukkan bagi jemaah haji reguler, dan hanya 8 persen untuk jemaah haji khusus.
Namun, KPK menemukan adanya penyimpangan besar, pembagian justru dilakukan 50 persen untuk reguler dan 50 persen untuk khusus.
Kondisi ini memunculkan dugaan praktik jual beli kuota, termasuk adanya aliran dana yang diduga menguntungkan pihak tertentu.
KPK menegaskan, perkara ini telah resmi naik ke tahap penyidikan, dan saat ini fokus penyelidikan diarahkan pada dugaan perbuatan melawan hukum serta aliran dana mencurigakan dalam penambahan kuota haji khusus.
“Proses hukum akan berjalan. Kami pastikan semua pihak yang terlibat akan dimintai pertanggungjawaban,” tegas Budi.
Jika terbukti, praktik korupsi dalam pengelolaan kuota haji tidak hanya merugikan negara, tetapi juga mencederai hak masyarakat untuk menunaikan ibadah haji secara adil dan transparan.
Editor: Redaksi












