Keuchik ‘Preman’ Penganiaya Wartawan di Pidie Jaya Divonis 10 Bulan Penjara

Sidang pembacaan putusan terhadap mantan Keuchik Gampong Cot Seutui, Iskandar M. Yunus, yang menganiaya jurnalis CNN Indonesia TV, Ismail M. Adam. Foto: Dok KKJ Aceh

–Hakim Tegaskan Perlindungan terhadap Kemerdekaan Pers–

MITRABERITA.NET | Sidang pembacaan putusan terhadap mantan Keuchik Gampong Cot Seutui, Iskandar M. Yunus, yang menganiaya jurnalis CNN Indonesia TV, Ismail M. Adam (Ismed), menjadi momen penting bagi kebebasan pers di Aceh.

Pengadilan Negeri (PN) Meureudu, pada Kamis 17 April 2025, menjatuhkan vonis 10 bulan penjara kepada Iskandar, lebih tinggi dari tuntutan jaksa yang hanya enam bulan.

Ketua Majelis Hakim Arief Kurniawan, bersama hakim anggota Ranmansyah Putra Simatupang dan Wahyudi Agung Pamungkas, menyatakan bahwa Iskandar terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 351 ayat 1 KUHP tentang penganiayaan.

Seperti dilansir Portalnusa, vonis ini disambut positif oleh berbagai organisasi pers dan hak asasi manusia yang tergabung dalam Komite Perlindungan Jurnalis (KKJ) Aceh.

Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Aceh, Nasir Nurdin, yang hadir langsung memantau jalannya sidang, menyebut putusan ini sebagai bentuk pengakuan penting terhadap profesi jurnalis.

“Apresiasi kami kepada majelis hakim yang telah mempertimbangkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dalam memutuskan perkara ini. Ini sangat melegakan bagi kami dan menjadi sinyal kuat bahwa kekerasan terhadap wartawan tak bisa ditoleransi,” ujar Nasir.

Dalam amar putusan, majelis hakim menyebut bahwa penganiayaan terhadap Ismed tidak hanya melanggar hukum pidana, tetapi juga prinsip-prinsip kebebasan pers yang dijamin oleh UU Pers.

Baca juga : Keuchik ‘Preman’ Hajar Wartawan

Meskipun tidak secara eksplisit masuk dalam substansi vonis, penyebutan UU Pers sebagai pertimbangan menjadi sorotan penting dari kasus ini.

“Dalam menjalankan profesinya, wartawan dilindungi hukum dan dijamin kemerdekaannya, bebas dari tekanan, pencegahan, atau pelarangan,” tegas Hakim Arief Kurnia.

Hakim juga menyoroti bahwa terdakwa tidak menunjukkan itikad baik untuk berdamai dan bahwa penganiayaan menyebabkan korban tidak dapat bekerja selama empat hari. Selain itu, terdakwa dinilai tidak mendukung kemerdekaan pers, sebuah pertimbangan yang memperberat hukuman.

Putusan ini belum berkekuatan hukum tetap. Baik pihak terdakwa maupun Jaksa Penuntut Umum (JPU) diberi waktu tujuh hari untuk menyatakan sikap, apakah akan menerima putusan atau mengajukan banding.

Kasus ini menjadi pengingat penting bahwa perlindungan terhadap jurnalis bukan sekadar formalitas hukum, melainkan komitmen negara dalam menjaga pilar demokrasi dan hak publik atas informasi.