MitraBerita | Suasana gaduh terjadi di Gedung Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat di Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, ketika puluhan orang tak dikenal merangsek masuk ke lantai 4, Selasa 1 Oktober 2024.
Insiden yang terjadi sekitar pukul 11.20 WIB ini mengubah hari biasa di kantor pers menjadi sebuah adegan dramatis penuh ketegangan.
Sekelompok pria yang tampak bergaya preman dengan cepat menyegel pintu akses satu-satunya keluar-masuk ruangan, menggunakan rantai dan menyegel dengan kertas.
Aksi berani segerombolan preman ini membuat Ketua Umum dan Bendahara Umum PWI Pusat terkurung di dalam ruangannya, tanpa cara untuk meminta bantuan.
Kejadian ini memicu kepanikan di kalangan staf dan anggota PWI yang berada di lokasi, dengan beberapa di antaranya melaporkan situasi yang semakin memanas dan sulit dikendalikan.
Menurut keterangan beberapa saksi mata, pengurungan ini berlangsung cukup lama, menciptakan suasana tegang dan tidak aman di lantai 4 Gedung PWI.
Banyak staf yang merasa tidak berdaya melihat situasi tersebut, sementara beberapa di antaranya berusaha menghubungi pihak keamanan dan polisi.
Kejadian ini dinilai sangat jelas melanggar norma hukum dan menjadi sorotan serius bagi dunia pers di Indonesia.
Berdasarkan penelusuran hukum, tindakan pengurungan ini diduga melanggar Pasal 333 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang menyatakan bahwa siapa pun yang dengan sengaja dan melawan hukum merampas kemerdekaan seseorang dapat diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun.
Pasal ini sangat relevan, mengingat tujuan pengurungan ini adalah untuk menghalangi kebebasan gerak Ketua Umum dan Bendahara Umum PWI.
Hingga berita ini diturunkan, pihak kepolisian masih melakukan penyelidikan dan berusaha mengidentifikasi para pelaku.
PWI Pusat sendiri menyatakan kecaman terhadap aksi brutal ini, yang jelas-jelas mengganggu kebebasan dan keamanan para anggotanya.
Sekjen PWI Pusat, Iqbal Arsyad, menegaskan bahwa tindakan tersebut tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga mencoreng integritas organisasi pers.
“Dalam situasi seperti ini, kami meminta agar pelaku segera diidentifikasi dan diadili. Tindakan ini adalah ancaman serius terhadap organisasi yang menjunjung tinggi kebebasan pers dan kemerdekaan individu,” ujar Iqbal dengan tegas.
Ia menambahkan bahwa aksi ini diduga melibatkan orang-orang suruhan Zulmansyah Sekedang, yang mengklaim sebagai Ketua Umum hasil Kongres Luar Biasa (KLB).
Kecaman Iqbal tidak berhenti di situ. Ia juga mengungkapkan keprihatinan yang mendalam mengenai keselamatan anggota PWI dan keamanan dunia pers secara keseluruhan.
“Kami tidak bisa tinggal diam. Kami harus bersatu untuk melindungi kebebasan pers di negara ini,” tambahnya.
Insiden ini menjadi sorotan nasional terhadap isu keamanan bagi organisasi pers. Banyak pihak yang menunggu perkembangan kasus ini.
Tindakan semacam ini, yang dapat dianggap sebagai intimidasi dan ancaman terhadap kebebasan berpendapat, harus ditangani dengan serius agar tidak terulang di masa depan.
Dengan latar belakang yang penuh kontroversi, banyak kalangan berharap agar langkah hukum yang tegas diambil untuk memastikan keadilan dan melindungi hak-hak semua wartawan dan organisasi pers di Indonesia.
Kejadian ini seharusnya menjadi pengingat bagi semua pihak bahwa kebebasan pers adalah salah satu pilar demokrasi yang harus dijaga dan dihormati.