Bincang Inklusi: Memperkuat Kesadaran Mitigasi Bencana di Aceh

Forum PRB Aceh menggelar diskusi Bincang Inklusi Memperkuat Kesadaran dalam Mitigasi Bencana. Foto: MitraBerita 

MitraBerita | Di tengah tantangan bencana yang terus menghantui, acara Bincang Inklusi dalam Pengurangan Risiko Bencana yang diselenggarakan di SMEA Kupi Lamnyong, Banda Aceh, Kamis 10 Oktober 2024, menjadi momen penting untuk membangun kesadaran kolektif masyarakat Aceh.

Kegiatan ini merupakan hasil kolaborasi Forum Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Aceh dengan Pemerintah Aceh dan berbagai institusi, termasuk BPBA, Siap Siaga, BNPB, dan Pemerintah Australia, dalam rangka memperingati bulan pengurangan risiko bencana 2024.

Acara ini dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan, termasuk tokoh masyarakat, akademisi, dan praktisi yang memiliki komitmen tinggi terhadap mitigasi bencana.

Para peserta terdiri dari perwakilan lembaga, para geuchik (kepala desa) dari sejumlah gampong (desa) di kawasan pesisir Banda Aceh dan Aceh Besar, dsr RAPI, pemadam kebakaran, para mahasiswa dan kaum perempuan.

Dengan tema “Inklusi dalam Pengurangan Risiko Bencana,” diskusi ini bertujuan untuk menggali potensi dan peran aktif setiap elemen masyarakat dalam mengurangi risiko bencana yang dapat terjadi kapan saja.

Peran Strategis Anak Muda

Irwandi, salah satu tokoh masyarakat yang juga Sekretaris Mukim Tungkop, Aceh Besar, menjadi salah satu narasumber utama dalam acara ini. Dalam kesempatan tersebut, ia menekankan bahwa peran anak muda dalam mitigasi bencana sangat penting.

Menurutnya, generasi muda harus terus dilibatkan tidak hanya dalam menghadapi bencana alam tetapi juga dalam menanggulangi bencana sosial, seperti judi, narkoba, dan game online.

“Olahraga, seperti sepakbola U-12 hingga U-16 yang kini berkembang di Tungkop, adalah salah satu cara efektif untuk mengalihkan perhatian anak-anak dari pengaruh negatif,” ungkap Irwandi.

Ia juga mendorong para tokoh masyarakat dan tokoh adat untuk lebih aktif membimbing generasi muda agar terhindar dari berbagai risiko yang mengancam, bukan hanya bencana alam tapi juga bencana sosial.

Pembelajaran dari Bali

Dalam kesempatan tersebut, Putu Suta Wijaya dari Bali yang hadir di Aceh juga berbagi pengalaman berharga tentang bagaimana masyarakat di Bali selalu mempersiapkan diri menghadapi bencana.

Putu mengatakan sangat penting adanya edukasi dan penerapan regulasi yang ketat untuk meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat, sehingga masyarakat selalu termitigasi.

“Selama pandemi Covid-19, Bali menjadi salah satu daerah yang paling cepat pulih. Ini tidak lepas dari kesiapsiagaan masyarakat yang telah dibangun sebelumnya,” ujarnya, menceritakan kompaknya masyarakat Bali menghadapi berbagai bencana.

Pengalaman yang dibagikan oleh Putu tentang masyarakat Bali tersebut diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi daerah lain, termasuk Aceh, dalam memperkuat langkah-langkah mitigasi.

Peran Perempuan dalam Mitigasi Bencana

Sementara itu, Fatimah Syam, akademisi dari UIN Ar-Raniry, memberikan perspektif yang mendalam tentang peran perempuan dalam mitigasi bencana.

Fatimah Syam menyoroti fakta menyedihkan bahwa banyak perempuan menjadi korban dalam bencana tsunami di Aceh pada 26 Desember 2004 lalu.

Ia pun menegaskan pentingnya peran perempuan dalam hal mitigasi bencana di Aceh bahkan di seluruh dunia. Ia mengungkapkan, ternyata perempuan sangat peduli terhadap mitigasi bencana.

Menurutnya, ke depan kaum perempuan harus lebih banyak dilibatkan dalam hal pengurangan risiko bencana, karena peran perempuan yang luar biasa dan berpengaruh besar.

“Perempuan bisa mengedukasi anak-anak secara langsung. Perempuan itu memiliki pengaruh besar dalam hal transfer knowledge terhadap anak-anaknya, karena itu harus lebih banyak dilibatkan dalam hal pengurangan risiko bencana,” harapnya.

Fatimah Syam juga sempat menyinggung tentang pentingnya pemulihan psikologis bagi perempuan yang menjadi korban konflik, menekankan bahwa dukungan sosial dan pendidikan dapat membantu mereka berperan aktif dalam komunitas.

Langkah Awal

Sedangkan Ketua Forum PRB Aceh, Muhammad Hasan, atau akrab disapa Hasan Bangka, mengatakan bahwa acara Bincang Inklusi ini bukan hanya sekadar diskusi, tetapi juga merupakan langkah awal untuk mendorong aksi kolektif dalam mitigasi bencana.

Dengan melibatkan semua elemen masyarakat—anak muda, perempuan, tokoh adat, dan pemerintah—diharapkan Aceh lebih siap dan tanggap dalam menghadapi risiko bencana di masa depan.

“Kesadaran akan pentingnya mitigasi bencana harus terus dikembangkan, dan setiap individu memiliki tanggung jawab untuk berkontribusi mengurangi risiko bencana yang bisa terjadi kapan saja,” katanya.