DIUNDANG untuk ikut acara ILC, ke Jakarta. Karena suatu dan lain hal, tidak bisa berhadir langsung sehingga ikut via zoom kemarin ba’da isya. Ada wakil Mendagri, anggota DPR RI asal Aceh, Hamid Awaluddin, ada yang mewakili timses Jokowi dan Prabowo.
Setelah Wakil Mendagri, saya diminta bang Karni untuk berbicara, sebagai anggota Tim Perunding GAM di Helsinki.
Hamid mengambil mic, bertanya siapa saya, dan mengaku tidak pernah berjumpa di Helsinki. Terpaksa saya terangkan bahwa negosiator ada 5 orang, dan ada 5 orang yang menjadi tim support, bagian dari Tim Perunding GAM di Helsinki.
Negosiator atau perunding utama, Malik Mahmud, Zaini Abdullah, Bakhtiar Abdullah, ketiganya dari Swedia, M. Nur Djuli dari Malaysia, dan Nurdin Abdurrahman dari Australia.
Tim perunding selain negosiator adalah, Irwandi Yusuf, datang langsung dari lapangan perang di Aceh namun terpaksa tinggal di hotel, tidak bisa datang ke tempat perundingan di Koningstedt Manor, juga ulah Hamid yang memprotes kepada CMI, bahwa dia sebagai menteri bidang hukum, tidak mau duduk semeja dengan narapidana yang melarikan diri dari penjara. Padahal Irwandi tidak melarikan diri, penjara yang lari karena diruntuhkan oleh tsunami.
Selain itu, karena perunding dari Aceh semua ditangkap sehingga perundingan Tokyo gagal, pimpinan GAM mengundang Damien Kingsbury dari Australia, Munawar Liza Zainal (saya), dan Shadia Marhaban dari Amerika Serikat, Teuku Hadi dari Jerman, untuk memperkuat Tim Perunding.
Pada putaran perundingan sebelumnya, juga diundang William Nessen dari Amerika, Vacy Vlazna dari Australia, dan Professor Ramasamy dari Malaysia.
Damien Kingsbury dan William Nessen sendiri sebagai akademisi dan jurnalis, menjadi advisor GAM, sampai hari ini masih tidak bisa masuk ke Indonesia, salah satu penyebabnya, perunding RI kesal karena mereka berdua membantu GAM.
Kembali ke acara ILC, karena kesal, pembicaraan saya menjadi sedikit emosi, sampai terlupa mengucapkan terima kasih kepada seluruh rakyat Aceh, yang telah mencubit pemerintah, sehingga presiden mengoreksi Kepmendagri.
Tanpa dicubit ramai-ramai oleh semua pihak di Aceh, tentu Kepmendagri itu tidak akan direvisi.
Pembicara lain, semua mengucapkan terima kasih kepada presiden dan kemendagri. Tidak ada yang berterima kasih kepada rakyat Aceh.
Hamid Awaluddin juga menyalahkan Gubernur Irwandi Yusuf dalam statement-nya, bahwa di masa Irwandi pulau itu tidak dimasukkan ke dalam peta Aceh.
Saya tidak mau bantah lagi, sebab semakin tua umur seseorang, semakin banyak yang dilupakan.
Memang Hamid Awaluddin, dalam berbagai kesempatan, sering sekali menyepelekan perunding GAM, khususnya M. Nur Djuli, sebab banyak olahan dan tipu-tipunya selama perundingan dipatahkan oleh Om Nur.
Tentang Hamid saya banyak dengar cerita, sekali waktu diundang ke sebuah gedung di bundaran HI, Deutsche bank, untuk wawancara tentang peran Martti Ahtisaari dalam perundingan Aceh.
Setelah saya masuk, diceritakan bahwa Hamid tidak jadi wawancara, sebab untuk masuk gedung harus memperlihatkan KTP. Hamid malah bertanya ke security, “kamu tidak kenal saya”? Namun security tetap berkeras untuk meminta KTP.
Di bulan Juli 2005, saat masalah partai-partai politik lokal deadlock, Hamid dan Sofyan Djalil mengetuk pintu ruangan perunding GAM untuk menyampaikan pergantian wording untuk point tentang partai lokal, saya yang membuka pintu.
Pasca damai, sudah 20 ini, banyak point yang tertuang di dalam MoU, belum dilaksanakan. Tidak terlihat Hamid dkk membantu dengan maksimal untuk merealisasikannya sebagai tanggung jawab moral perunding RI.
Saat ini, justru kalau Hamid dan perunding RI datang ke Aceh, sering sekali dielu-elu, sedangkan tim perunding Aceh dilupakan, sehingga mereka berjuang sendiri dengan kemampuan masing-masing di sudut sepi untuk mengawal MoU Helsinki.
Allahumma Anta-s-Salam, wa minka-s-Salam, wa ilaika ya’udu-s-Salam..
Ya Allah, Engkaulah Maha sejahtera dan kedamaian, Dari Mu datangnya kesejahteraan dan kedamaian. Kepada Mu kembali kesejahteraan dan kedamaian. Bukan dari Jusuf Kalla, Hamid Awwaluddin, atau lainnya.
Pihak Jakarta selalu menaikkan bahu, seolah berkata karena “akulah” ada damai. Padahal dulu, dengan segala cara mereka memotong kaki GAM dan rakyat Aceh, biar tidak ada damai, supaya rakyat Aceh menyerah.
Dengan ridha Allah, damai ini berhasil karena komitmen rakyat Aceh menerima dan mendoakan damai.
Terima Kasih rakyat Aceh.
Ditulis oleh: Munawar Liza Zainal (Anggota Tim Perunding GAM di Helsinki)