EDUKASI

“Terperangkap dalam Layar”: Puisi yang Menyinggung Kecanduan Gawai

×

“Terperangkap dalam Layar”: Puisi yang Menyinggung Kecanduan Gawai

Sebarkan artikel ini
Penampilan musikalisasi puisi oleh GEN-A. Foto: Dok. GEN-A

MITRABERITA.NET | Tak hanya lewat permainan, pesan edukatif GEN-A dalam peringatan Hari Anak Nasional 2025 di arena Car Free Day Banda Aceh, Ahad 20 Juli 2025, juga disampaikan dalam bentuk seni yang menggugah perasaan warga.

Kesadaran akan ancaman kecanduan gawai di kalangan anak dan remaja dikemas dalam bentuk puisi yang lebih menyentuh dengan judul “Terperangkap dalam Layar”.

Melalui lantunan kata dan nada, GEN-A menghadirkan sebuah refleksi mendalam yang membuka mata banyak orang tentang realitas yang kini diam-diam menggerus dunia anak-anak, keterikatan berlebihan terhadap layar.

Puisi “Terperangkap dalam Layar” merupakan karya dr. Imam Maulana. Puisi ini dituturkan secara mendalam oleh Annisa Putri dan Ikrama Agung, dengan iringan gitar akustik oleh Hafdul Ihsan.

Berikut petikan puisi yang diperoleh MITRABERITA.NET:

Di sudut kamar yang sunyi dan sempit

Ia duduk diam, jemari menari cepat

Layar menyala, siang hingga malam

Dunia nyata perlahan tenggelam

Ibunya memanggil, “Nak, makan dulu.”

Namun balasnya hanya gumam yang semu

Ayahnya pun bertanya, “Nak, Bagaimana sekolahmu?”

Tapi matanya tak lepas dari gawai yang megah

Teman mengajak tertawa bersama

Namun ia sibuk dalam drama maya

Tugas menumpuk, nilai menurun

Prestasi pun perlahan terkubur sunyi

Tanda-tanda mulai tampak jelas

Sulit tidur, emosi mudah lepas

Tak sabar bila internet lambat

Merasa hampa jika tak menggenggam erat

Di ruang keluarga, semua sepi

Meja makan pun hanya pajangan

Semua sibuk sendiri

Waktu bersama pun jadi ilusi

Padahal pencegahannya bukan mimpi

Jadwal tanpa gawai tiap hari

Bicara dari hati ke hati

Isi waktu dengan seni dan aksi

Olahraga, bermain, saling peduli

Gawai hanyalah alat, bukan raja

Tak seharusnya mengendalikan jiwa

Mari kita pulihkan yang nyata

Agar kasih dan prestasi tak sirna

Puisi ini menggambarkan dampak kecanduan gadget yang membuat anak-anak dan remaja menjauh dari keluarga, kehilangan waktu berkualitas bersama teman, serta mengalami penurunan prestasi.

Tanda-tandanya sering terlihat dalam bentuk gangguan tidur, emosi yang tidak stabil, hingga rasa hampa ketika tidak memegang gawai.

Melalui kata-kata yang lugas dan emosional, puisi ini mengajak kita semua untuk membatasi penggunaan gawai, membangun kembali komunikasi hangat antar anggota keluarga.

Kita juga diajak untuk mengisi kembali waktu dengan aktivitas positif yang membangun. Pesan dalam puisi tersebut mengingatkan kita bahwa gadget hanyalah alat, bukan penguasa hidup.

Editor: Redaksi

Media Online