Indeks

Tak Perlu Pawang Hujan, Pemerintah Aceh Diminta Tolak Praktik Syirik

  • Bagikan
Tgk Umar Rafsanjani. Foto: dokumen untuk MitraBerita

MitraBerita | Dalam konteks masyarakat Aceh yang kaya akan tradisi dan prinsip keagamaan, kehadiran pawang hujan dalam acara seperti Pekan Olahraga Nasional (PON) Aceh-Sumut memicu perdebatan.

Pada Rabu 27 Agustus 2024, Tgk H Umar Rafsanjani, Lc, MA, menegaskan di Dayah Mini Aceh, di kawasan Kecamatan Syiah Kuala, bahwa praktik pawang hujan bertentangan dengan prinsip tauhid dalam Islam.

“Praktik ini jelas bertentangan dengan ajaran Islam tentang tauhid. Siapa yang memberikan izin kepada pawang hujan ini? Apakah Pemerintah Aceh mengetahui hal ini? Jika iya, mengapa tidak dilarang?” ujarnya .

Tgk Umar Rafsanjani menambahkan, Aceh tidak perlu pawang hujan. “Kami percaya pada kekuasaan Allah, bukan pada ritual semacam ini,” tegasnya.

Islam mengajarkan bahwa hanya Allah yang memiliki kekuasaan mutlak atas segala sesuatu, termasuk cuaca dan hujan. Mengandalkan pawang hujan dianggap sebagai bentuk syirik, yakni menyekutukan Allah dengan kekuatan lain dalam mengatur takdir-Nya.

“Syirik adalah pelanggaran serius dalam Islam yang melibatkan keyakinan bahwa ada entitas lain yang dapat mempengaruhi kehendak Allah,” jelasnya.

Tgk Umar Rafsanjani mengatakan, dalam ajaran Islam, diajarkan untuk bergantung sepenuhnya pada Allah dalam segala hal. “Segala masalah atau kebutuhan harus diserahkan kepada Allah, dan kita hanya perlu berdoa agar diberikan solusi sesuai kehendak-Nya.”

Sebagai bagian dari masyarakat Aceh yang mempraktikkan Syari’at Islam, Tgk Umar Rafsanjani mengimbau agar semua pihak menjauhi praktik yang dapat mengarah pada syirik.

“Kita harus menjaga keimanan dan memastikan bahwa tradisi serta budaya yang kita lestarikan selaras dengan ajaran Islam. Semoga Allah memberikan petunjuk dan kekuatan kepada kita untuk mengikuti jalan yang benar,” pungkasnya.

  • Bagikan
Exit mobile version