Sekolah Dihadiahkan Tong Sampah

Sekolah Dihadiahkan Tong Sampah. Foto: Ilustrasi - 3TGroup

KABAR bahagia berembus kencang dari ujung barat Indonesia. Seluruh SMA dan SMK di Aceh akan mendapat hadiah istimewa dari Dinas Pendidikan.

Bukan laptop untuk guru, bukan pelatihan peningkatan kompetensi, bukan pula beasiswa untuk siswa berprestasi. Tapi… Tong Sampah. Iya, tong sampah.

Bukan metafora. Ini nyata. Senilai lebih dari Rp 7 miliar rupiah uang rakyat, dari APBA yang katanya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

Publik tentu langsung tepuk jidat sambil geleng-geleng kepala. “Ini serius atau satire?” begitu kira-kira reaksi warganet yang membaca berita ini di tengah sarapan nasi gurih.

Program Pengadaan Tong Sampah ini seolah lahir dari pemikiran yang begitu “dalam”, mungkin terlalu dalam sampai-sampai logika publik tenggelam di dalamnya.

Pertanyaannya sederhana, dari sekian banyak masalah pendidikan di Aceh, mengapa tong sampah yang diprioritaskan? Apakah tong sampah lebih penting dari guru yang belum mendapatkan pelatihan layak?

Apakah tong sampah bisa meningkatkan literasi siswa yang tiap tahun hasil ujian nasionalnya jalan di tempat? Atau barangkali tong sampah kini dipandang sebagai simbol peradaban baru dalam dunia pendidikan Aceh?

Yang lebih menggelitik, seharusnya ini bisa jadi proyek kreatif siswa. Bayangkan, betapa hebatnya jika para siswa diajak membuat tempat sampah dari bahan bekas, ember rusak, galon bocor, atau kaleng cat sisa.

Tidak hanya mendidik kreativitas, ini juga menanamkan kesadaran lingkungan dan semangat gotong royong. Tapi Dinas Pendidikan lebih memilih jalan instan. Belanja tong, lalu akan foto seremonial saat distribusi, selanjutnya tinggal buat laporan kegiatan seindah proposal awalnya. Selesai!

Dari sini kita bisa melihat ada yang salah dalam cara pandang tentang pendidikan. Bukannya mendorong siswa untuk mandiri dan inovatif, justru dicontohkan bahwa solusi dari sebuah masalah adalah pengadaan proyek.

Lalu anak-anak itu tumbuh besar dengan pola pikir yang sama: “kalau ada uang, belilah, tak perlu repot bikin sendiri.” Kalau terus-menerus begini, jangan heran jika generasi mendatang lebih jago bikin proposal anggaran daripada karya ilmiah.

Pendidikan bukan sekadar infrastruktur fisik. Tong sampah memang penting, tapi lebih penting adalah isi kepala siswa dan guru. Kalau isi sekolah hanya dilengkapi benda, tapi tidak dibarengi ide cemerlang, maka sekolah hanya jadi tempat berteduh, bukan tempat belajar.

Akhir kata, selamat kepada seluruh SMA dan SMK se-Aceh atas hadiah tong sampahnya. Semoga tidak hanya sampah plastik yang masuk ke sana, tapi juga ego, kepentingan pribadi, dan segala bentuk kebijakan konyol yang tak ada hubungannya dengan misi mencerdaskan kehidupan bangsa.