MITRABERITA.NET | Kisah heroik Panglima Wahab, sosok pejuang yang dikenal sebagai Pahlawan Tiga Zaman asal Aceh Besar, kembali diangkat ke permukaan oleh Dinas Komunikasi dan Informasi Kabupaten Aceh Besar.
Melalui Tim Media Center, Diskominfo melakukan kunjungan sejarah ke makam tokoh tersebut yang berada di Gampong Leupung Bale, Kecamatan Kuta Cot Glie, Selasa 27 Mei 2025.
Panglima Wahab atau yang dikenal dengan nama lengkap Panglima Abdul Wahab bin Ibrahim, lahir pada tahun 1862 di Kampung Keumire, Kecamatan Seulimum –wilayah yang kini menjadi bagian dari Kecamatan Kuta Cot Glie, Kabupaten Aceh Besar.
Sosok ini bukan hanya saksi, tetapi juga pelaku langsung dalam perjuangan melawan penjajah mulai dari masa kolonial Belanda, pendudukan Jepang, hingga awal kemerdekaan Indonesia.
Ayahnya, Pang Ibrahim atau Pang Him, adalah salah seorang pejuang Perang Aceh yang berjihad bersama ulama besar Teungku Chik Muhammad Saman Tiro.
Ketika sang ayah gugur di medan perang, Pang Wahab kecil diangkat menjadi anak oleh Panglima Polem Teuku Cut Banta –pemimpin Sagoe (divisi) XXII Mukim.
Dalam lingkungan militer tradisional Aceh ini, Pang Wahab dibina menjadi pejuang tangguh dan akhirnya dipercaya menjabat sebagai Ulee Balang atau Komandan Batalion oleh Panglima Sri Muda Perkasa, Teungku Raja Kuala.
Dituturkan, dulu saat ayahnya syahid di medan perang, Pang Hab dijadikan anak angkat Panglima Polem Teuku Cut Banta, Panglima Sagoe/Kaom XXII Mukim.
Setelah remaja, Abdul Wahab dilatih menjadi prajurit dalam lingkungan Sagoe (Divisi) XXII Mukim dan berhasil menjadi seorang mujahid yang tangguh.
Kemudian diangkat oleh Panglima Sri Muda Perkasa, Teungku Raja Kuala (putra dari Panglima Polem Sri Muda Perkasa Teuku Nyak Banta), Panglima Sagoe/Kaom XXII Mukim, menjadi salah seorang Ulee Balang (Komandan Batalion dari Sagou/Divisinya).
Cucu Panglima Wahab, Faisal Sani Akbar Bin Ismail Bin Abdul Wahab, turut membagikan kisah kepahlawanan kakeknya dalam momen kunjungan ini.
Ia mengungkapkan bahwa Panglima Wahab merupakan pejuang Perang Sabil yang masih hidup hingga masa kemerdekaan Indonesia dan telah mendapatkan penghargaan resmi dari negara atas jasanya.
“Atas jasa perjuangannya, Kakek kami dianugerahi tanda kehormatan Setya Lencana Perintis Pergerakan Kemerdekaan RI oleh Negara, dengan No.SK MENSOS POL 3/V/74/PK. Saat ini tertera di prasasti makam,” ujarnya.
Panglima Wahab tercatat terlibat dalam berbagai pertempuran, salah satunya Pertempuran Keumire di Seulimuem menjelang kedatangan Jepang tahun 1942.
Dalam peristiwa itu, ia memimpin rakyat bersama tokoh Aceh lainnya seperti A. Hasjmy, Teungku Hasballah Indrapuri, dan Ahmad Abdullah.
Sebagai penghormatan tertinggi atas pengabdiannya, Presiden Soekarno menganugerahkan tanda kehormatan negara kepada Panglima Wahab pada Hari Kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 1961.
Penyerahan piagam dan penyematan Bintang Tanda Jasa dilakukan langsung oleh Gubernur/Kepala Daerah Istimewa Aceh saat itu, A. Hasjmy.
“Karena jasa-jasanya kepada negara sebagai pahlawan tiga zaman, pada tanggal 17 Agustus 1961, Presiden Republik Indonesia, Soekarno, menganugerahkan piagam tanda kehormatan Setya Lencana Perintis Pergerakan Kemerdekaan kepada Pang Wahab,” katanya.
Atas nama Presiden Republik Indonesia, pada Tanggal 17 Agustus 1961, Gubernur/Kepala Daerah Istimewa Aceh, A. Hasjmy, menyerahkan Piagam Tanda Kehormatan dan menyematkan Bintang Tanda Jasa pada dada pahlawan tiga zaman, Pang Wahab Keumire.
Panglima Wahab wafat pada tahun 1963 dalam usia 101 tahun dan dimakamkan di Gampong Leupung Bale, Kecamatan Kuta Cot Glie. Di lokasi makam, telah didirikan prasasti sebagai bentuk penghormatan atas jasa-jasanya dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa.
“Kakek kami menghembuskan nafas terakhirnya pada usia 101 tahun, meninggal dunia pada tahun 1963 dan dimakamkan di Gampong Leupung Bale Kecamatan Kuta Cot Glie,” pungkasya.
Editor: Tim Redaksi