MITRABERITA.NET | Amukan massa menolak tunjangan fantastis anggota DPR mencapai titik paling ekstrem dalam aksi demonstrasi yang berlangsung di Jakarta.
Tidak hanya menyerbu dan membakar fasilitas publik, beberapa rumah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) juga dijarah, mencerminkan kegeraman yang telah membuncah di tengah bangsa.
Pada Sabtu malam 31 Agustus 2025, rumah komedian sekaligus Wakil Ketua Komisi VI DPR, Eko Patrio, di Jakarta Selatan diserbu massa. Kerusakan berlangsung dalam tiga gelombang, dengan barang-barang teronggok di luar rumah.
Tidak jauh berbeda, kediaman anggota Komisi I DPR, Ahmad Sahroni, di Tanjung Priok, Jakarta Utara juga dijarah. Pagar bobol dan interior berantakan, menandai eskalasi protes yang hingga ke ranah privat legislator.
Keesokan paginya, rumah anggota DPR Nafa Urbach di Bintaro, Tangerang Selatan, juga menjadi sasaran. Video menunjukan kondisinya sudah porak-poranda, dengan TV, lemari, bahkan pakaian dalam turut digondol massa.
Tak hanya legislator, rumah Menteri Keuangan Sri Mulyani di Bintaro juga diserbu. Vidio yang beredar menunjukkan barang elektronik, perhiasan, hingga perlengkapan dapur ikut dijarah dari dalam rumahnya.
Massa juga berkumpul di depan kediaman Ketua DPR Puan Maharani di kawasan Menteng. Mereka mendesak agar Puan keluar dan menemui massa, meski keberadaannya tidak diketahui saat itu.
Dalam video viral di media sosial, massa terlihat mengeluarkan barang-barang mewah dari kediaman Ahmad Sahroni sambil meneriakkan “Duit rakyat!”
Aksi penjarahan berlangsung cepat dan terkoordinasi, dipicu oleh kemarahan terhadap tunjangan anggota DPR senilai Rp50 juta per bulan, sebuah angka yang dinilai mencolok di tengah krisis ekonomi publik saat ini.
Aksi massa terhadap anggota DPR menjadi bahan bakar baru setelah kematian pengemudi ojek online, Affan Kurniawan (21), yang tewas dilindas kendaraan polisi.
Partai NasDem telah mengambil langkah tegas dengan menonaktifkan anggota DPR Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach, menyusul kecaman publik atas perilaku dan aksi kericuhan yang menyasar rumah mereka.
Aksi yang dimulai dengan damai itu menimbulkan eskalasi ketika tuntutan transparansi dan penghapusan tunjangan rumah DPR tidak terjawab dan adanya korban jiwa dalam aksi tersebut.
Massa kemudian mulai bergerak jauh lebih agresif, menyasar rumah rumah anggota parlemen yang dianggap tidak punya empati dan menyulut amarah publik.
Penjarahan rumah anggota DPR, termasuk menteri dan pimpinan legislatif, menjadi simbol keretakan relasi antara elit dan rakyat. Aksi ini lebih dari sekadar protes ekonomi.
Suara-suara yang selama ini tidak terdengar di ruangan rapat parlemen akhirnya menjadi suara frustrasi yang berubah menjadi aksi brutal berubah pengrusakan dan penjarahan massal.
Editor: Tim Redaksi













