MITRABERITA.NET | Pengelolaan sulfur dari limbah produksi pengembangan gas di Central Processing Plant (CPP) pada Wilayah Kerja (BLOK) – A Gampong (Desa) Blang Nisam Kecamatan Indra Makmu Kabupaten Aceh Timur, kembali menuai protes dari elemen sipil setempat.
Kali ini tuntutan dan protes tersebut kembali disuarakan oleh masyarakat yang tergabung dalam LSM Geurakan Rakyat Menggugat (Geuram) kepada perusahaan daerah PT Pembangunan Aceh (PEMA).
Ketua LSM Geuram, Supridar, menyampaikan rasa kecewa kepada Perusahaan plat merah yang telah menafikan pelibatan “konten lokal” dalam pengelolaan limbah industri bernilai ekonomis di wilayah itu.
Menurut Supridar yang juga warga lingkar tambang, PT. PEMA seperti mendapatkan “durian jatuh” mendapatkan hak komersialisasi ribuan ton bahan mentah Sulfur dari PT. Medco E&P Malaka, menjualnya ke luar daerah dengan harga variatif $70 sampai $120 per ton, namun tidak memberi manfaat kepada warga sekitar tambang.
“Tanah kami dieksploitasi, hasilnya dikeruk, kami hanya dijadikan penonton di rumah kami sendiri. Kami dibohongi oleh oknum petinggi perusahan, yang pada salah satu media mengaku mempekerjakan mayoritas warga Aceh Timur,” ungkapnya, Kamis 22 Mei 2025.
Kepada Wartawan MITRABERITA.NET, pria yang akrab disapa Toke Dar itu menyampaikan agar tidak terjadi kecemburuan sosial, PT. PEMA diminta tidak menjual bahan mentah ke luar daerah.
Pihaknya meminta agar bahan mentah itu diolah menjadi produk turunan dan melibatkan pekerja atau pelaku usaha lokal, khususnya warga lingkar tambang agar mendapatkan manfaat dari kegiatan ekstraksi sumber daya alam.
Sebelumnya, kritikan kepada PT. PEMA juga telah disampaikan oleh Nuraqi, salah satu tokoh masyarakat lingkar tambang, yang mendesak PT. PEMA, BPMA dan PT Medco E&P Malaka agar mengevaluasi kembali kontrak tersebut.
“Jika tidak, dikhawatirkan akan menimbulkan kecemburuan sosial dan dapat memicu konflik warga dengan perusahaan plat merah tersebut,” kata Nuraqi, Kamis 8 Mei 2025.
Nuraqi berharap, komersialisasi komoditi sulfur oleh PT PEMA, tidak sebatas mengangkut dan menjual bahan mentah ke luar daerah, namun mengabaikan potensi lokal yg ada di Aceh Timur.
“PT. PEMA harus memproduksi mengubah bahan mentah sulfur menjadi bahan setengah jadi di wilayah Aceh Timur,” tegasnya.
Ia berharap PT PEMA menggunakan pelabuhan Simpang 3 Julok atau Pelabuhan Idi, Aceh Timur, serta menggandeng pelaku usaha dan tenaga kerja lokal.
Media ini telah berulang kali meminta tanggapan dari pihak PT PEMA, mulai dari humas perusahaan, hingga ke Dirut PT PEMA Mawardi Nur, tapi belum pernah memberikan tanggapan terkait adanya kritik atau protes masyarakat.
Pada Kamis 22 Mei 2025, media juga meminta tanggapan dari Sektretaris PT PEMA yang juga pimpinan Unit kerja Humas, Reza Irwanda. Namun sama saja, tidak ada tanggapan dari para pejabat tersebut.
Penulis: Samsul Bahri | Editor: Redaksi