DINAMIKA

Predikat WBK Diraih, Kajati Aceh Ingatkan Jajaran Tinggalkan Budaya Ngopi Saat Jam Kerja

×

Predikat WBK Diraih, Kajati Aceh Ingatkan Jajaran Tinggalkan Budaya Ngopi Saat Jam Kerja

Sebarkan artikel ini
Kajati Aceh saat memimpin apel di lingkungan Kejati Aceh pada Jumat 19 Desember 2025. Foto: Dok. Penkum Kejati

MITRABERITA.NET | Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Aceh, Yudi Triadi, S.H., M.H., mengungkapkan bahwa pencapaian predikat Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) tahun 2025 bukanlah proses instan.

Selama enam tahun berturut-turut, Kejati Aceh mengikuti program pembangunan zona integritas dari Kementerian PAN-RB, namun belum berhasil hingga akhirnya predikat WBK diraih pada tahun 2025.

Hal tersebut disampaikan Yudi Triadi dalam wawancara dengan wartawan di Kejati Aceh, Jumat 19 Desember 2025. Ia menjelaskan program WBK dan Wilayah Birokrasi Melayani merupakan kebijakan nasional yang dieksekusi oleh pimpinan Kejaksaan Agung RI dan menuntut keseriusan seluruh satuan kerja.

“Dalam pembangunan zona integritas itu ada enam area yang ditekankan, mulai dari pelayanan publik, tata kelola, akuntabilitas, hingga aspek lainnya. Sulit kalau kita tidak serius membangun WBK bersama, makanya sampai enam tahun satuan kerja kita gagal,” ujar Yudi Triadi.

Menurutnya, keberhasilan Kejati Aceh meraih WBK tidak lepas dari perubahan cara pandang dan komitmen bersama seluruh jajaran. Ia menegaskan pembangunan zona integritas harus dimulai dari pimpinan sebagai teladan, lalu diikuti seluruh pegawai hingga level terbawah.

“Saya datang kemari diamanahkan oleh pimpinan. Saya bertekad mengajak teman-teman untuk bersama. Membangun zona integritas itu harus dilakukan bersama-sama, dimulai dari saya sebagai role model, pimpinan, sampai jajaran terbawah, bahkan honorer dan satpam harus paham betul apa yang diinginkan program ini,” tegasnya.

Kajati Aceh juga menekankan esensi WBK bukan semata mengejar penghargaan, melainkan menghadirkan pelayanan hukum yang berintegritas dan berpihak pada masyarakat pencari keadilan. Pelayanan publik, akses pelaporan, hingga percepatan penanganan perkara menjadi fokus utama.

“Pastinya tekad bersama kita adalah pelayanan dan integritas. Bagaimana kita melayani teman-teman Forwaka, melayani dengan baik masyarakat yang ingin mendapatkan keadilan. Akses keadilan yang sebaik-baiknya harus kita eksekusi,” katanya.

Ia mengungkapkan bahwa proses penilaian WBK dilalui dengan tahapan panjang sejak awal hingga akhir tahun. Penilaian dilakukan secara berlapis oleh tim internal dari Kejaksaan Agung RI serta tim eksternal yang melibatkan Komisi Kejaksaan dan Kementerian PAN-RB.

“Dengan diberikannya predikat WBK ini, berarti kami dinilai sudah melakukan hal-hal tersebut,” jelasnya.

Dalam kesempatan itu, Kajati Aceh juga menyoroti budaya kerja yang selama ini menjadi tantangan serius. Ia secara terbuka mengkritik kebiasaan sebagian pegawai yang dinilai masih berada dalam zona nyaman.

“Hampir setiap apel saya sampaikan, saya melihat seperti ada zona nyaman. Belum masuk kantor sudah ngopi. Jam 10, jam 11 masih di warung kopi. Kalau tidak terlalu penting pakai baju dinas tapi nongkrong di warung kopi, itu malu kita. Negara sudah bayar, tapi kita masih santai,” tegasnya, seraya mengimbau jajaran untuk terus meningkatkan kinerja.

Menurut Yudi Triadi, predikat WBK harus menjadi titik awal perubahan budaya kerja di Kejati Aceh, bukan akhir dari perjuangan. Ia menegaskan komitmennya untuk terus menjaga integritas, disiplin, dan profesionalisme agar kepercayaan publik terhadap institusi kejaksaan semakin meningkat.

Editor: Redaksi

Media Online