MITRABERITA.NET | Tim Unit I Subdit IV Tindak Pidana Tertentu (Tipidter) Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Aceh berhasil mengungkap jaringan perdagangan satwa liar dilindungi dan menangkap seorang tersangka berinisial SB (36) di Desa Luweng Kutuben, Kecamatan Kuala Pesisir, Kabupaten Nagan Raya, pada Jumat 3 Oktober 2025.
Penangkapan ini merupakan hasil pengembangan kasus sebelumnya yang terjadi di Aceh Tenggara pada 16 Juli 2025. Saat itu, aparat menemukan barang bukti berupa kulit dan organ tubuh Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), namun pelaku berhasil melarikan diri dari lokasi transaksi.
“Pada waktu itu, kami hanya mengamankan barang bukti berupa satu lembar kulit harimau Sumatera, 16 kuku, dua taring, satu tulang jari, dua tulang pinggul, satu tulang sendi, satu tulang kepala, dan dua unit handphone,” ungkap Dirreskrimsus Polda Aceh Kombes Pol. Zulhir Destrian, dalam keterangan resminya di Banda Aceh, Selasa 7 Oktober 2025.
Usai melakukan penyelidikan intensif selama hampir tiga bulan, tim Tipidter akhirnya berhasil melacak keberadaan SB di Nagan Raya dan melakukan penangkapan tanpa perlawanan. Polisi menduga SB merupakan bagian dari jaringan perdagangan organ harimau lintas kabupaten yang kerap memperjualbelikan bagian tubuh satwa langka tersebut untuk keuntungan pribadi.
Kombes Zulhir menjelaskan, tersangka dijerat dengan Pasal 40A ayat (1) huruf f jo Pasal 21 ayat (2) huruf c Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024, tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
“Pelaku diduga melakukan tindak pidana konservasi dengan cara menyimpan, memiliki, mengangkut, atau memperniagakan bagian tubuh satwa yang dilindungi. Dalam hal ini organ Harimau Sumatera yang merupakan spesies kritis dan terancam punah,” jelas Zulhir.
Ia menegaskan bahwa Polda Aceh berkomitmen penuh memberantas perburuan dan perdagangan ilegal satwa liar di wilayah Aceh, yang merupakan salah satu habitat penting bagi berbagai spesies endemik seperti harimau, gajah, dan badak Sumatera.
“Penegakan hukum terhadap pelaku kejahatan satwa liar adalah bagian dari komitmen kami menjaga kelestarian alam dan keseimbangan ekosistem. Ini bukan sekadar soal hukum, tapi juga tanggung jawab moral terhadap lingkungan,” tegasnya.
Zulhir turut mengimbau masyarakat agar tidak terlibat dalam perburuan, perdagangan, atau kepemilikan satwa dilindungi, serta mendorong partisipasi aktif publik dalam melapor bila menemukan aktivitas ilegal di sekitar mereka.
“Jika masyarakat mengetahui adanya aktivitas perdagangan satwa liar atau perburuan ilegal, segera laporkan kepada pihak kepolisian atau instansi terkait. Perlindungan satwa bukan hanya tugas pemerintah, tetapi tanggung jawab kita bersama,” pungkas Zulhir.
Penangkapan SB menambah daftar panjang kasus perdagangan satwa liar di Aceh. Polisi memastikan akan terus menelusuri jaringan yang lebih luas guna memutus mata rantai perdagangan harimau Sumatera, salah satu ikon fauna Indonesia yang kini berada di ambang kepunahan.
Editor: Redaksi