MITRABERITA.NET | Pemerintah meresmikan Memorial Living Park, sebuah taman memorial yang dibangun di atas bekas lokasi Pos Statis Rumoh Geudong, tempat kelam yang menjadi saksi pelanggaran HAM berat pada masa Daerah Operasi Militer (DOM) di Aceh.
Peresmian dilakukan pada Kamis 10 Juli 2025, di Gampong Bili, Kecamatan Glumpang Tiga, Kabupaten Pidie, oleh Menko Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra, bersama Wamen HAM Mugiyanto, Wamen PUPR Diana Kusumastuti, serta Wakil Gubernur Aceh Fadhlullah.
Memorial Living Park dibangun di lahan seluas 7 hektare, dengan fasilitas berupa masjid, ruang memorial, hingga tempat berziarah. Pembangunannya menelan anggaran Rp13,2 miliar dan berlangsung dari 18 Oktober 2023 hingga 31 Mei 2024.
Arena ini dirancang untuk menjadi ruang terbuka publik sekaligus tempat edukasi dan refleksi sejarah bagi pengunjung terhadap tragedi kelam Rumoh Geudong yang pernah terjadi.
Dalam sambutannya, Wakil Gubernur Aceh Fadhlullah menegaskan tentang pentingnya realisasi janji pemerintah terhadap korban pelanggaran HAM berat masa DOM di Aceh.
“Masyarakat di sekeliling ini merasakan konflik Aceh mulai dari 1976, 1998, kemudian reformasi hingga berlanjut perdamaian, masyarakat sekeliling ini merasakan operasi jaring merah, jaring hijau sampai darurat militer dan sipil, harapan kami berikan kompensasi kepada mereka sesuai janji pak Jokowi saat hadir ke Rumoh Geudong,” kata Fadhlullah.
“Beberapa hari lalu, kami menerima 28 perwakilan dari para korban konflik DOM, mereka menuntut kompensasi yang layak, sekian ratus orang yang diajukan namun yang dilaporkan pada kami saat itu mereka belum menerima apapun,” tambahnya.
Fadhlullah, yang merupakan putra asli Glumpang Tiga, dalam kesempatan tersebut dengan haru mengenang kembali bagaimana dirinya ikut menyaksikan tragedi di masa remaja.
“Ini adalah kampung saya, bagaimana kezaliman 30 tahun lalu di sini saya ikut menyaksikan, saya dan teman seumuran sering dibariskan TNI pada masa itu,” bebernya.
Ia pun mengajak semua pihak untuk mensyukuri perdamaian yang telah dicapai antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Aceh, sembari mengedepankan semangat kejujuran dan keterbukaan untuk membangun masa depan yang lebih baik.
Menko Hukum dan HAM, Yusril Ihza Mahendra, menyebut pembangunan taman memorial ini sebagai bentuk nyata pengakuan negara terhadap pelanggaran HAM berat masa lalu yang pernah terjadi di Aceh.
“Pada masa Presiden Jokowi, pemerintah secara terbuka mengakui pelanggaran HAM berat masa lalu, pengakuan ini adalah awal dari proses pemulihan hak korban dan pembangunan ruang publik ini juga menjadi bentuk penghormatan pada generasi lalu,” ujar Yusril.
Yusril menyampaikan bahwa monumen tersebut merupakan bagian dari komitmen negara agar tragedi serupa tak terulang kembali. Dalam kesempatan itu, ia juga mengungkap banyaknya bangunan dan monumen sejarah yang dibangun yang terbengkalai.
“Padahal dibangun untuk mengenang masa lalu dan bertekad membangun masa depan lebih baik. Oleh sebab itu, kita mengambil langkah di pusat agar ada pembiayaan untuk merawat dan memelihara gedung ini dengan sebaik-baiknya,” tegasnya.
Jejak Luka di Tanah Rencong
Peresmian ini tak terlepas dari pengakuan Presiden Joko Widodo pada Januari 2023, terhadap 12 pelanggaran HAM berat masa lalu, tiga di antaranya terjadi di Aceh:
- Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Statis (1998) di Pidie.
- Tragedi Simpang KKA (1999) di Aceh Utara.
- Tragedi Jambo Keupok (2003) di Aceh Selatan.
Program pemulihan non-yudisial yang diluncurkan dari Rumoh Geudong pada Juni 2023 menjadi tonggak awal dari pembangunan Memorial Living Park yang kini berdiri megah sebagai monumen sejarah, pengingat masa lalu, dan penegas tekad menuju masa depan yang damai dan bermartabat.
Sebagai informasi, Memorial Living Park secara harfiah berarti taman memorial yang hidup atau kenangan yang hidup. Tempat itu menjadi ruang publik yang berfungsi untuk mengenang peristiwa atau korban masa lalu.
Beberapa peristiwa memilukan yang terjadi yang disebut merupakan pelanggaran HAM berat, yang mana bangunan itu sekaligus tetap membawa suasana hidup, bermanfaat, dan dapat digunakan setiap hari oleh masyarakat untuk mengenang peristiwa pahit masa lalu.
Editor: Redaksi