Pasien Darurat di Banda Aceh Kecewa dengan Layanan Ambulans PSC 119 Aceh

Pasien Darurat di Banda Aceh Kecewa dengan Layanan Ambulans PSC 119 Aceh. Foto: (Kiriman Zainal via Portalnusa.com)

MITRABERITA.NET | Layanan Public Safety Center (PSC) 119 Aceh kembali menjadi sorotan tajam setelah gagal merespons kondisi gawat darurat yang dialami seorang pasien di Banda Aceh, meskipun lokasi kejadian hanya berjarak sekitar satu kilometer dari kantor PSC.

Kritik tajam terhadap buruknya layanan darurat medis ini disampaikan Zainal, keluarga pasien yang menderita sesak napas parah hingga nyaris tak sadarkan diri.

Dikutip MITRABERITA.NET dari Portalnusa.com Insiden tersebut terjadi pada Senin pagi 12 Mei 2025, sekitar pukul 06.30 WIB.

Menurut laporan yang belum berhasil dikonfirmasi, Zainal sempat berulang kali menghubungi layanan darurat PSC 119 Aceh. Namun tidak ada satu pun petugas yang menjawab panggilan.

Tak menyerah, Zainal langsung mendatangi kantor PSC di Jalan Kakap. Di sana, pemandangan yang ia temui justru membuatnya makin kepanikan.

“Ambulans ada di depan mata, fasilitas negara yang seharusnya jadi hak rakyat. Tapi kami dibiarkan panik, bingung, tanpa satu pun bantuan. Kami sangat marah,” ujar Zainal.

Di lokasi, pagar kantor ditemukan digembok rapat. Tak ada satu pun petugas di pos pelayanan, sementara empat unit ambulans tampak terparkir rapi di halaman.

Usaha Zainal mencari pertolongan terus berlanjut. Ia mendatangi Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin (RSUZA) dan rumah sakit terdekat lainnya, namun tetap tak membuahkan hasil.

“Dua ambulans di UGD RSUZA hanya terparkir diam. Ketika kami minta bantuan, malah ditunjukkan daftar antrean panjang pasien dan disuruh kembali hubungi PSC,” katanya.

Setelah hampir kehabisan harapan, satu unit ambulans dari Ulee Lheue yang justru berjarak cukup jauh akhirnya datang dan berhasil membawa pasien ke rumah sakit.

Zainal yang dikenal sebagai aktivis sosial dan kebencanaan menuntut perhatian serius dari Inspektorat dan Ombudsman untuk mengusut tuntas kegagalan sistem layanan darurat ini.

“Dengan pelayanan seperti ini, kami masyarakat tidak akan ikhlas,” tegas Zainal, menyindir tuntutan tenaga kesehatan yang sebelumnya meminta pembayaran jasa medis dan tunjangan kinerja ganda.

Kejadian ini memunculkan pertanyaan serius tentang kesiapan dan tanggung jawab layanan publik untuk menjamin keselamatan warga dalam kondisi darurat.

Ketika ambulans terlihat dan ada di tempat tetapi tidak bisa diakses, siapa lagi yang bisa diandalkan warga?

Editor: Redaksi