EKONOMI & BISNISNASIONAL

Pasca Demo Besar-besaran, Sri Mulyani Batalkan Kenaikan Pajak

×

Pasca Demo Besar-besaran, Sri Mulyani Batalkan Kenaikan Pajak

Sebarkan artikel ini
Menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani. Foto: AFP/Stefani Reynolds

MITRABERITA.NET | Pasca gelombang aksi unjuk rasa besar-besaran yang menolak rencana kenaikan pajak, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa pemerintah membatalkan wacana tersebut.

Ia memastikan, pada tahun 2026 pemerintah tidak akan menaikkan tarif pajak, melainkan fokus pada peningkatan kepatuhan wajib pajak serta perbaikan tata kelola sistem perpajakan.

“Sering dalam hal ini dari media disampaikan seolah-olah upaya untuk meningkatkan pendapatan kita menaikkan pajak, padahal pajaknya tetap sama. Enforcement dan compliance, kepatuhan akan dirapikan dan ditingkatkan,” kata Sri Mulyani.

Hal itu disampaikan Sri Mulyani dalam Rapat Kerja Komite IV DPD di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa 2 September 2025, seperti dilansir iNews.id.

Menurutnya, langkah ini diambil agar masyarakat yang mampu membayar pajak dapat menunaikan kewajibannya dengan lebih mudah, sementara masyarakat tidak mampu tetap akan mendapat perlindungan maksimal dari negara.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu mengklaim pemerintah berpihak pada rakyat kecil melalui sejumlah kebijakan pajak yang dianggapnya adil.

Misalnya, pengusaha UMKM dengan omzet di bawah Rp500 juta tetap dibebaskan dari kewajiban Pajak Penghasilan (PPh). Sedangkan untuk omzet di atas Rp500 juta hingga Rp4,8 miliar, tarif pajak final hanya dikenakan sebesar 0,5 persen.

Selain itu, sektor pendidikan dan kesehatan dibebaskan dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN), serta masyarakat dengan penghasilan di bawah Rp60 juta per tahun tidak akan dikenakan pajak penghasilan.

“Ini menggambarkan bahwa pendapatan negara tetap dijaga baik, namun pemihakan gotong royong terutama kepada kelompok yang lemah tetap akan diberikan,” ujar Sri Mulyani.

Menkeu juga memaparkan postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026 yang dinilai sehat dan berkelanjutan, dengan fokus mendukung delapan agenda prioritas Presiden Prabowo Subianto.

Beberapa asumsi makro yang digunakan dalam penyusunan APBN 2026 antara lain: pertumbuhan ekonomi 5,4 persen, inflasi 2,5 persen, suku bunga 10 tahun sebesar 6,9 persen, nilai tukar Rp16.500 per dolar AS, serta harga minyak mentah dunia dipatok pada 70 dolar AS per barel.

Dengan asumsi tersebut, APBN 2026 memproyeksikan pendapatan negara sebesar Rp3.147,7 triliun dan belanja negara Rp3.786,5 triliun. Defisit anggaran diperkirakan mencapai Rp638,8 triliun atau 2,48 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Sri Mulyani menekankan bahwa defisit yang terukur ini dirancang untuk menjaga keberlanjutan fiskal sekaligus menstimulasi pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan kerja, dan mengurangi angka kemiskinan.

“Kami ingin memastikan APBN tidak hanya menjadi instrumen fiskal, tetapi juga instrumen keadilan dan keberlanjutan pembangunan,” tegasnya.

Editor: Redaksi

Media Online