MITRABERITA.NET | Belum genap setahun menjabat sebagai Perdana Menteri Thailand, Paetongtarn Shinawatra kini menghadapi tekanan politik serius yang kembali menyeret nama besar keluarganya ke pusaran konflik lama yang telah membelah Politik Thailand selama lebih dari dua dekade.
Peneliti Universitas La Trobe dan pakar Kamboja, Gordon Conochie, mengomentari bocornya percakapan telepon antara Paetongtarn dan Presiden Senat Kamboja, Hun Sen. Percakapan itu diyakini memperkuat kecurigaan publik atas hubungan erat antara keluarga Shinawatra dan dinasti politik Hun di Kamboja.
“Itulah kerugian terbesar bagi perdana menteri Thailand. Sekarang dia harus berusaha menjauhkan diri dari itu,” katanya seperti yang dikutip dari ABC, Selasa 1 Juli 2025.
Kedekatan itu, menurut banyak pengamat, menambah tekanan terhadap Paetongtarn di tengah konflik abadi antara dua kekuatan utama di Thailand, yaitu dinasti politik Shinawatra dan kelompok elite konservatif yang didukung militer.
Ketegangan antara kedua kubu telah menjadi poros utama gejolak politik Thailand, menciptakan siklus krisis berkepanjangan berupa kudeta militer, pembubaran partai politik, dan pemberhentian perdana menteri.
Kini, Paetongtarn menjadi simbol lanjutan dari perseteruan tersebut. Ia memasuki medan pertarungan yang telah menumbangkan ayah dan bibinya, Thaksin dan Yingluck Shinawatra.
Sebelumnya, kedua pejabat tersebut juga sempat menduduki kursi perdana menteri Thailand sampai akhirnya digulingkan oleh kekuatan politik yang sama.
Perkembangan politik yang terjadi pada Selasa 1 Juli 2025 dianggap oleh banyak pihak sebagai momen berbahaya yang berpotensi menandai awal dari keruntuhan pengaruh keluarga Shinawatra di kancah perpolitikan.
Dilaporkan Al-Jazeera, Thaksin Shinawatra yang tak lain adalah ayah Paetongtarn dan mantan PM Thailand yang kini telah kembali dari pengasingan, juga menghadapi kasus hukum serius.
Ia hadir di Pengadilan Pidana Bangkok untuk menjalani sidang perdana atas tuduhan menghina monarki Thailand.
Menurut pengacaranya, Thaksin membantah tuduhan tersebut dan menegaskan kesetiaannya terhadap kerajaan. Kasus ini berasal dari wawancara yang ia lakukan pada tahun 2015 saat berada di luar negeri.
Tuduhan penghinaan terhadap monarki merupakan perkara serius di Thailand, dengan ancaman hukuman hingga 15 tahun penjara jika terbukti bersalah.
Thaksin sebelumnya telah menjalani masa penahanan atas kasus konflik kepentingan dan penyalahgunaan kekuasaan. Ia baru kembali ke Thailand pada 2023 setelah 15 tahun hidup dalam pengasingan.
Dengan tekanan hukum terhadap Thaksin di satu sisi dan krisis politik yang membelit Paetongtarn di sisi lain, keluarga Shinawatra kembali berada di bawah sorotan tajam publik dan elite kekuasaan Thailand.
Situasi ini memperlihatkan betapa dalam dan berlarutnya konflik lama yang terus menjadi momok bagi stabilitas demokrasi di Negeri Gajah Putih.
Editor: Tim Redaksi