MITRABERITA.NET | Dugaan korupsi dalam pengelolaan pemurnian dan peleburan emas di PT Antam Tbk telah menimbulkan kerugian negara dengan nilai yang fantastis, mencapai Rp3,3 triliun.
Kasus tersebut kini bergulir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat. Sebanyak 13 orang menjadi terdakwa yang berasal dari internal perusahaan maupun pihak swasta.
Seperti dilansir sejumlah media nasional, Kejaksaan Agung mengungkap bahwa praktik ilegal ini berlangsung selama lebih dari satu dekade, sejak 2010 hingga 2022.
Para terdakwa, termasuk enam mantan petinggi PT Antam, diduga menyalahgunakan kewenangan dalam kerja sama jasa pemurnian dan peleburan emas tanpa prosedur yang semestinya.
Audit yang dilakukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menunjukkan bahwa praktik ini memperkaya sejumlah pihak. Berikut daftar beberapa pihak yang diduga memperoleh keuntungan besar dari skandal ini:
Lindawati Effendi – Rp616,9 miliar; Suryadi Lukmantara – Rp444,9 miliar; Suryadi Jonathan – Rp343,4 miliar; James Tamponawas – Rp119,2 miliar; Djudju Tanuwidjaja – Rp43,3 miliar; Ho Kioen Tjay : Rp35,4 miliar; Gluria Asih Rahayu – Rp2 miliar; dan Pelanggan lainnya (perorangan, toko emas, perusahaan non-kontrak karya) – Rp1,7 triliun.
Jaksa mengungkap bahwa transaksi mencurigakan ini dilakukan tanpa mekanisme Know Your Customer (KYC) yang semestinya diterapkan untuk memastikan legalitas sumber emas.
Hal ini membuka celah bagi masuknya emas dari sumber yang tidak jelas, bahkan berpotensi berasal dari aktivitas ilegal.
Dalam operasinya, PT Antam melalui Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia (UBPP LM) memiliki kewajiban untuk memeriksa asal-usul emas yang diproses. Namun, dalam kasus ini, para terdakwa justru mengabaikan prosedur tersebut.
Mereka menerima emas dari pelanggan berupa emas rongsokan atau emas cucian, yang kemudian dilebur dan dicap dengan merek Logam Mulia (LM) Antam. Proses tersebut dilakukan tanpa kajian bisnis, tanpa persetujuan direksi, serta tanpa asesmen risiko.
Lebih parahnya, pelanggan yang seharusnya menjalani uji tuntas hanya diminta menunjukkan KTP, tanpa dokumen pendukung lain yang membuktikan asal-usul emas mereka.
Padahal, sebagai perusahaan dengan sertifikasi London Bullion Market Association (LBMA), PT Antam seharusnya memastikan bahwa emas yang diproses berasal dari sumber legal dan tidak terkait dengan pencucian uang atau kejahatan lainnya.
Saat ini, persidangan masih bergulir dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi dari jaksa penuntut umum.
Para terdakwa didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), serta Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Jika terbukti bersalah, mereka terancam hukuman penjara seumur hidup atau pidana maksimal 20 tahun, serta denda Rp1 miliar.
Kasus ini menjadi tamparan keras bagi industri tambang dan logam mulia di Indonesia. Padahal selama ini menjadi andalan sebagai sektor strategis negara.