MITRABERITA.NET | Di tengah kian sempitnya ruang fiskal dan sorotan publik atas belum diserahkannya dokumen KUA–PPAS 2026 ke DPRK Aceh Besar, Bupati Aceh Besar Muharram Idris menyerukan sinergi total antara eksekutif dan legislatif.
Ia menegaskan bahwa seluruh pihak harus membuka diri, menghilangkan sekat, dan bekerja lebih transparan untuk memastikan setiap rupiah anggaran benar-benar menyentuh kebutuhan masyarakat.
“Sinergi dengan hati itu perlu untuk menghilangkan sekat-sekat bila masih ada antara eksekutif dan legislatif. Kita harus berjalan bersama,” kata Muharram, Jumat malam (14/11/2025).
Pernyataan itu muncul saat ia diminta menanggapi polemik keterlambatan berkas KUA–PPAS yang seharusnya segera dibahas bersama dewan sebelum tenggat 31 November.
Meski isu disharmoni merebak, Muharram menegaskan hubungan kedua lembaga tetap terjaga. “Tak ada masalah. Kami tetap saling memahami dan saling mengisi,” ujarnya menepis rumor perpecahan.
Namun Muharram memberi sinyal bahwa penyusunan anggaran tahun ini dilakukan dengan standar yang jauh lebih ketat dan rinci.
“Kami ingin setiap rupiah anggaran terukur dan bermanfaat. Tidak boleh ada lagi anggaran copy paste. Semua harus real, presisi, dan berdasarkan kebutuhan lapangan,” tegasnya.
Bupati mengungkap bahwa tahun anggaran 2026 membawa tantangan besar, termasuk meningkatnya beban pembiayaan PPPK dan R4. Ia menuntut seluruh SKPD memberikan data pegawai secara jujur dan terbuka agar penyusunan anggaran pegawai tidak salah sasaran.
Kondisi makin sulit karena adanya pemotongan Transfer ke Daerah (TKD) dari pemerintah pusat. “Semua harus siap ikat pinggang, baik eksekutif maupun legislatif. Ruang fiskal sangat terbatas,” ungkapnya.
Akibatnya, pemerintah terpaksa melakukan pemangkasan di berbagai sektor, termasuk: TPP pegawai dipangkas dari 14 menjadi 12 bulan; Belanja SPPD dan makan-minum dipersempit.
Dan bukan itu saja, dana Pokir untuk anggota DPRK turun sekitar 30%, dari rata-rata Rp 1 miliar menjadi Rp 700 juta per anggota. “Penurunan Pokir ini terjadi nasional. Kita masih pada level menengah,” jelas Muharram.
Bupati juga menegaskan bahwa Dana Pokir tidak boleh digunakan untuk SPPD atau publikasi, karena biaya publikasi dewan sudah ditanggung sekretariat DPRK.
Meski anggaran menurun, Muharram memastikan asas pemerataan tetap dijaga. Ia menetapkan skema Rp 1 miliar per kecamatan untuk 23 kecamatan, dan Rp 1 miliar per dapil untuk enam dapil, yang difokuskan pada program ketahanan pangan.
“Dana itu jangkar pembangunan. Digunakan untuk jalan usaha tani, sumur bor, dan irigasi. Tidak untuk modal usaha atau proyek yang tidak penting,” tegasnya.
Ia juga menekankan bahwa pembangunan tidak boleh didasarkan pada preferensi politik. “Kita tidak bicara daerah yang menang atau kalah Pilkada. Semua berhak mendapatkan pembangunan, termasuk Pulo Aceh.”
Muharram mengakui banyak usulan pembangunan masyarakat yang tidak dapat dipenuhi karena minimnya anggaran. Namun ia percaya skema baru ini dapat menjawab sebagian kebutuhan dasar.
“Dengan hati yang tulus saya mengajak semua pihak memahami kondisi anggaran kita. Jika eksekutif dan legislatif tetap bersinergi, Aceh Besar bisa melewati tekanan fiskal ini dan menghadirkan kesejahteraan bagi rakyat,” pungkasnya.
Editor: Redaksi













