MITRABERITA.NET | Gubernur Aceh terpilih sekaligus Ketua Umum Komite Peralihan Aceh (KPA), Mualem –sapaan akrab H. Muzakir Manaf–, mengapresiasi langkah cepat KPA Luwa Nanggroe bersama KBRI Kuala Lumpur dalam menyelamatkan perempuan Aceh yang mengaku sebagai korban perdagangan orang (TPPO).
Mualem menilai tindakan KPA Luwa Nanggroe sebagai wujud nyata pengabdian KPA terhadap masyarakat Aceh yang menjadi korban ketidakadilan, sesuai dengan semangat yang diamanahkan dalam MoU Helsinki.
“Saya menyampaikan apresiasi mendalam kepada Ketua KPA Luwa Nanggroe, Abu Salam, beserta seluruh tim yang telah bekerja sigap menangani persoalan ini. Ini bukan hanya soal menyelamatkan korban, tetapi juga menjaga marwah Aceh di mata dunia,” ujar Mualem, Jumat 3 Januari 2025.
Mualem juga secara khusus menyampaikan terima kasih kepada berbagai pihak yang ikut membantu proses penyelamatan korban. Termasuk kepada pengurus Gulam Boss, khususnya kepada Pon Datuk Mansur, Tgk Raman, Tgk Mansur, dan seluruh jajaran yang telah ikut membantu menyelesaikan persoalan ini.
“Peran kalian sangat berarti dalam menjaga nama baik Aceh dan melindungi rakyat kita,” ucapnya.
Ia menegaskan bahwa keadilan harus ditegakkan terlepas dari latar belakang atau kemauan korban. “Tugas dan fungsi KPA sebagai penjaga kehormatan Aceh harus tetap dijalankan sebagaimana diamanahkan dalam MoU Helsinki,” katanya.
Mualem juga menyerukan agar KPA terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah, khususnya dalam menangani isu-isu lintas negara yang melibatkan warga Aceh.
Ia menilai kasus ini sebagai pengingat bahwa perlindungan terhadap masyarakat Aceh, baik di dalam maupun luar negeri, harus menjadi prioritas utama.
“KPA memiliki tanggung jawab moral dan sejarah untuk melindungi rakyat Aceh. Kasus ini menjadi momentum bagi kita semua untuk lebih peka terhadap ancaman perdagangan manusia, yang seringkali menargetkan kelompok rentan seperti perempuan dan anak-anak,” tegasnya.
Selain itu, ia meminta masyarakat Aceh lebih waspada terhadap berbagai modus kejahatan, khususnya yang melibatkan pengiriman tenaga kerja ke luar negeri.
“Kejadian ini adalah peringatan bahwa kita harus terus memperkuat sinergi untuk melindungi rakyat Aceh dari ancaman yang merusak harga diri dan kehormatan kita,” pungkasnya.