DINAMIKA

Menteri HAM Sebut Pengibaran Bendera One Piece Melanggar Hukum dan Makar

×

Menteri HAM Sebut Pengibaran Bendera One Piece Melanggar Hukum dan Makar

Sebarkan artikel ini
Menteri HAM Sebut Pengibaran Bendera One Piece Melanggar Hukum dan Makar. Foto: Ilustrasi - tangkapan layar video medsos

MITRABERITA.NET | Menjelang Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-80 pada 17 Agustus 2025, muncul fenomena tak biasa yang memicu perdebatan publik yaitu pengibaran bendera bajak laut Jolly Roger dari manga Jepang One Piece berdampingan dengan bendera Merah Putih.

Aksi yang awalnya dianggap ekspresi budaya itu kini dianggap melampaui batas. Menteri Hak Asasi Manusia, Natalius Pigai, bahkan menegaskan bahwa tindakan tersebut merupakan bentuk pelanggaran hukum sekaligus mengarah pada makar.

“Pelarangan pengibaran bendera tersebut adalah upaya penting untuk menjaga simbol-simbol nasional sebagai wujud penghormatan terhadap negara,” tegas Pigai dalam pernyataan resminya, Senin 4 Agustus 2025.

Seperti disadur dari Tirto.id, Pigai menyebut bahwa negara memiliki kewenangan penuh untuk melarang tindakan semacam ini karena menyangkut stabilitas dan integritas nasional, terlebih saat momentum krusial seperti perayaan Hari Kemerdekaan.

Menurutnya, pengibaran bendera asing, apalagi yang identik dengan simbol pemberontakan atau perlawanan, di saat yang bersamaan dengan pengibaran Merah Putih, adalah tindakan yang tidak dapat ditoleransi.

Ia pun menjelaskan bahwa tindakan mengibarkan bendera bergambar tengkorak khas bajak laut Topi Jerami bukan sekadar candaan atau bentuk fandom budaya pop, melainkan bisa dibaca sebagai simbol perlawanan terhadap negara.

Pigai juga menegaskan, konteks hukum nasional, hal ini masuk kategori tindakan simbolik yang dapat memicu makar. Karena itu, tindakan pemerintah melarang fenomena ini dianggap bukan pelanggaran terhadap hak asasi manusia, melainkan langkah sah demi menjaga keamanan dan ketertiban negara.

“Ini bukan tentang membungkam kebebasan berekspresi, tapi soal menjaga kepentingan nasional utama (core of national interest). Dalam hukum internasional pun, negara diberi ruang untuk membatasi ekspresi apabila mengancam keamanan dan stabilitas,” ungkapnya.

Pigai juga mengatakan keputusan pemerintah Indonesia sejalan dengan prinsip hukum internasional. Ia merujuk pada Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik yang telah diratifikasi Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005.

Dalam kovenan tersebut, negara berhak membatasi ekspresi yang mengganggu ketertiban umum, keamanan nasional, dan integritas negara.

“Saya yakin langkah Indonesia akan dipahami dan bahkan didukung komunitas internasional, termasuk PBB. Kita tidak ingin simbol asing apa pun bentuknya, mengaburkan identitas nasional kita, apalagi di tengah perayaan Hari Kemerdekaan.”

Menteri HAM Kabinet Merah Putih itu pun mengingatkan kembali bahwa kemerdekaan bukan hanya soal simbol, tetapi juga tanggung jawab bersama dalam menjaga kedaulatan.

“Kita tidak menolak ekspresi budaya. Tapi ketika simbol itu berdiri sejajar dengan simbol kedaulatan negara pada hari bersejarah, maka negara wajib mengambil sikap,” tutupnya.

Editor: Tim Redaksi

Media Online