MITRABERITA.NET | Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memperkenalkan konsep ekonomi baru yang disebut “Sumitronomics”, sebuah filosofi pembangunan nasional berbasis tiga pilar utama: pertumbuhan tinggi, pemerataan manfaat pembangunan, dan stabilitas nasional yang dinamis.
Gagasan ini disampaikan dalam kuliah umum peringatan Dies Natalis ke-71 Universitas Airlangga, pada Senin 10 November 2025, di Surabaya.
Dalam orasinya, Purbaya menegaskan Indonesia mampu mencapai pertumbuhan ekonomi 6–8% jika mampu menjaga keseimbangan antara kebijakan fiskal, moneter, dan peran aktif sektor swasta.
“Ekonomi kita bisa tumbuh cepat jika tiga mesin berjalan bersama: fiskal, moneter, dan sektor swasta yang produktif,” ujar Menkeu.
Filosofi “Sumitronomics” yang diperkenalkan Purbaya merupakan pendekatan ekonomi yang berpijak pada realitas Indonesia, negara besar dengan potensi sumber daya alam dan manusia yang luar biasa, namun masih menghadapi tantangan ketimpangan dan ketergantungan terhadap faktor eksternal.
Menurut Purbaya, strategi ekonomi nasional harus menyeimbangkan pertumbuhan dengan pemerataan, serta memastikan stabilitas sosial dan politik yang mendukung iklim investasi. Ia menekankan pertumbuhan tinggi tanpa pemerataan hanya akan menimbulkan ketegangan sosial dan memperlemah daya tahan ekonomi nasional.
“Kita tidak hanya bicara tentang pertumbuhan tinggi, tapi juga pertumbuhan yang inklusif dan berkeadilan. Ketiganya harus berjalan bersama agar ekonomi kita tangguh menghadapi perubahan global,” jelasnya.
Konsep ini, lanjut Purbaya, akan menjadi kerangka kerja jangka panjang yang dapat menyatukan arah kebijakan lintas sektor –dari fiskal, industri, hingga sosial– menuju ekonomi Indonesia yang produktif, resilien, dan berdaya saing global.
Dalam kuliah umum tersebut, Purbaya menyoroti pentingnya sinkronisasi antara kebijakan fiskal, moneter, dan sektor swasta. Menurutnya, ketiga sektor tersebut harus berjalan beriringan agar pertumbuhan ekonomi tidak hanya cepat, tetapi juga berkelanjutan.
Ia menjelaskan bahwa fiskal harus fokus pada belanja produktif dan reformasi subsidi, moneter pada stabilitas harga dan nilai tukar, sementara sektor swasta perlu didorong melalui kemudahan investasi, digitalisasi, dan inovasi.
“Kebijakan moneter tidak bisa berjalan sendiri tanpa dukungan fiskal yang efektif. Begitu pula fiskal tanpa sektor swasta yang dinamis akan sulit menghasilkan pertumbuhan yang optimal,” tegasnya.
Purbaya menilai, jika sinergi ini terwujud, Indonesia bisa melampaui rata-rata pertumbuhan ekonomi dunia dan memasuki fase “leap forward economy” –melompat dari negara berkembang menuju kekuatan ekonomi baru di Asia.
Purbaya juga mengingatkan pentingnya menjaga permintaan domestik (domestic demand) sebagai fondasi utama ekonomi Indonesia.
Ia menyebut, 90% Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia digerakkan oleh konsumsi dalam negeri, menjadikannya penopang utama di tengah ketidakpastian global.
“Walau kondisi global gonjang-ganjing, kalau permintaan domestik bisa kita jaga, maka 80–90 persen ekonomi nasional tetap bisa berdiri kokoh,” ujar Purbaya optimistis.
Dengan basis ekonomi domestik yang kuat, lanjutnya, Indonesia memiliki keunggulan strategis dibandingkan banyak negara lain yang sangat bergantung pada ekspor.
Purbaya menilai, penguatan daya beli masyarakat dan peningkatan produktivitas UMKM menjadi dua agenda prioritas pemerintah ke depan.
Di hadapan civitas akademika Universitas Airlangga, Menkeu juga menyampaikan pesan moral tentang pentingnya membangun generasi muda yang berani berpikir besar dan bertindak nyata.
“Jangan pernah berhenti belajar dan berkontribusi. Ilmu yang tidak dipraktikkan untuk kemajuan bangsa hanya akan menjadi angka di atas kertas,” tuturnya.
Ia berharap kampus tidak hanya menjadi tempat belajar, tetapi juga pusat lahirnya ide-ide baru yang bisa memperkuat fondasi ekonomi nasional, sejalan dengan semangat “Sumitronomics” yang menekankan keseimbangan antara pengetahuan, kebijakan, dan implementasi.
Pengenalan “Sumitronomics” oleh Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa dinilai sebagai penanda arah baru kebijakan ekonomi Indonesia di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Pendekatan ini merepresentasikan kombinasi antara nasionalisme ekonomi dan modernisasi kebijakan, di mana negara tetap hadir sebagai pengarah utama, tetapi membuka ruang luas bagi inovasi dan peran aktif dunia usaha.
Dengan fondasi konsumsi domestik yang kuat, sinergi fiskal–moneter yang stabil, serta sektor swasta yang kompetitif, Indonesia kini berpeluang menjadi kekuatan ekonomi regional baru di Asia Tenggara.
Editor: Redaksi













