KOTA Banda Aceh sebagai ibu kota Provinsi Aceh memiliki sejarah yang panjang. Kota ini menjadi saksi bisu dari deretan peristiwa besar yang mengubah wajah dunia, sekaligus rumah bagi berbagai keindahan budaya, arsitektur, dan warisan leluhur yang masih lestari hingga kini.
Sebuah perjalanan menyusuri Banda Aceh tak ubahnya seperti membaca kisah epik yang penuh warna: getir, megah, penuh cinta, dan tentunya menyejukkan hati.
Bagi para pelancong, Kota Banda Aceh menawarkan lebih dari sekadar destinasi wisata. Banda Aceh menawarkan berbagai pengalaman spiritual dan sejarah yang dalam yang menarik dicermati.
Museum Tsunami Aceh
Saat matahari pagi menyinari Kota Banda Aceh, bayangan gelap tragedi masih membekas di benak warga, tragedi yang tak hanya mengguncang tanah Aceh, tapi juga mengguncang dunia. Tragedi memilukan yang menelan ratusan ribu jiwa, yaitu Tsunami 26 Desember 2004.
Sebagai bentuk penghormatan terhadap lebih dari 170.000 jiwa yang menjadi korban, berdirilah Museum Tsunami Aceh, sebuah bangunan megah yang tak sekadar menjadi tempat menyimpan artefak, tetapi juga ruang perenungan dan pembelajaran.
Dirancang oleh Ridwan Kamil, arsitek yang juga mantan gubernur Jawa Barat, museum ini bukan hanya sebuah karya arsitektur, melainkan simbol kemanusiaan. Lorong gelap dan sempit yang menyambut pengunjung saat masuk bukan tanpa alasan.
Ini adalah metafora dari kegelapan dan ketidakpastian yang dirasakan para korban saat tsunami menerjang. Hening, lembab, dan nyaris sunyi. Ruangan itu seolah mengajak setiap pengunjung masuk ke dalam dimensi waktu yang berbeda.
Setelah melewati lorong, pengunjung akan tiba di The Light of God, sebuah ruangan silindris tinggi dengan cahaya yang mengalir dari atas, dan nama-nama para korban terpahat rapi. Rasanya seperti berada di ruang suci, di antara kenangan dan harapan. Di sinilah, emosi bercampur aduk. Tangis, doa, dan keheningan menyatu dalam perenungan mendalam.
Museum ini menyimpan lebih dari 6.000 koleksi dari berbagai kategori, mulai dari etnografika hingga ruang audio visual. Dengan sistem rotasi koleksi setiap enam bulan, setiap kunjungan ke museum ini selalu menyajikan sesuatu yang baru.
Masjid Raya Baiturrahman
Tak jauh dari Museum Tsunami Aceh, berdiri megah Masjid Raya Baiturrahman. Masjid ini bukan hanya pusat kegiatan ibadah umat Islam di Aceh, melainkan juga sebagai simbol sejarah dan keteguhan spiritual masyarakat Aceh.
Ketika tsunami meluluhlantakkan segala bangunan di sekitarnya, Masjid Raya Baiturrahman ini tetap berdiri tegak, seolah menjadi tameng iman dan pengingat kekuatan doa.
Didirikan oleh Sultan Iskandar Muda pada abad ke-17, masjid ini telah melewati banyak fase sejarah, termasuk saat dibakar oleh penjajah Belanda pada tahun 1873. Namun rakyat Aceh tak pernah membiarkan masjid itu hancur.
Masjid dibangun kembali dan kini memiliki tujuh kubah, empat menara kecil, dan satu menara induk. Keindahan arsitekturnya mencerminkan perpaduan berbagai budaya, dari gaya klasik Belanda, arsitektur masjid Spanyol, hingga detail khas India.
Lantai marmer putih dari Italia, pilar-pilar megah, hingga lampu gantung kristal di dalam kubah utama menciptakan suasana yang agung namun menenangkan. Bagi pengunjung, melangkah ke dalam masjid ini serasa melangkah ke sebuah ruang spiritual yang menyatukan masa lalu dan masa kini.
Selain sebagai tempat ibadah, masjid ini juga menjadi pusat pengembangan masyarakat. Di sinilah syariat Islam di Aceh dihidupkan dalam kehidupan sehari-hari masyarakatnya.
Taman Putroe Phang
Bergerak ke arah lain dari pusat kota, kita akan menemui Taman Putroe Phang, sebuah taman kerajaan yang sarat dengan kisah romantis dan sejarah.
Taman ini dibangun oleh Sultan Iskandar Muda untuk permaisurinya yang berasal dari Kerajaan Pahang, Malaysia. Namanya mengandung kisah cinta, dan kisah itu hidup dalam setiap sudut taman ini.
Taman ini dulu disebut Taman Ghairah, dan menjadi tempat beristirahat permaisuri ketika sang Sultan tengah sibuk menjalankan pemerintahan.
Di dalam kompleks ini terdapat Pinto Khop, sebuah gerbang kecil berbentuk kubah yang menghubungkan taman dengan istana dan Gunongan, sebuah bangunan mungil berbentuk kerucut yang konon dibangun agar sang permaisuri tidak merasa rindu akan kampung halamannya.
Kini, taman tersebut menjadi tempat wisata sejarah yang tenang, di mana pengunjung bisa duduk menikmati rindangnya pepohonan, merenungkan kisah cinta dalam bisikan angin, atau menjelajah sisa-sisa bangunan yang menyimpan jejak kejayaan masa lalu.
Makam Sultan Iskandar Muda
Tidak lengkap rasanya menjelajahi Banda Aceh tanpa mengunjungi Makam Sultan Iskandar Muda, sang pemimpin besar yang dulu berhasil membawa Kerajaan Aceh ke masa kejayaannya.
Memerintah dari tahun 1607 hingga 1636, beliau dikenal tidak hanya karena kemampuannya dalam memperluas wilayah dan mengembangkan perdagangan internasional, tetapi juga karena keadilannya yang luar biasa.
Salah satu kisah yang paling melegenda adalah ketika ia menjatuhkan hukuman mati kepada putranya sendiri, Meurah Pupok, karena dituduh berselingkuh dengan istri orang.
Kisah ini menjadi cermin integritas pemimpin, dan membentuk nilai adat Aceh: “Adat bak Po Teumeureuhom, hukom bak Syiah Kuala.”
Makamnya kini berada di kompleks Kerkhoff Peutjoet, tempat peristirahatan para tentara Belanda. Sebuah ironi sejarah, namun juga simbol penyatuan masa lalu yang penuh luka dengan warisan keteladanan yang tak lekang waktu.
Lapangan Blang Padang
Bagi warga Banda Aceh, Blang Padang adalah paru-paru kota sekaligus ruang ekspresi. Terletak strategis di pusat kota, tempat ini dulunya adalah arena parade militer saat masa kolonial Belanda. Kini, Blang Padang berubah menjadi taman kota yang hidup, ramai dengan aktivitas masyarakat dari pagi hingga malam.
Dikelilingi pohon-pohon besar yang menyejukkan, Blang Padang adalah tempat ideal untuk berolahraga, bersantai, atau menikmati suasana kota yang damai.
Setiap akhir pekan, berbagai komunitas berkumpul di sini, mulai dari pencinta hewan, pelaku seni, hingga komunitas yoga. Jalur joging yang terawat dengan baik dan area bermain anak membuat tempat ini ramah untuk semua usia.
Jika Anda mencari destinasi yang memberi lebih dari sekadar foto indah, datanglah ke Kota Banda Aceh. Di sini, sejarah menjadi pelajaran, arsitektur menjadi seni, dan setiap sudut kota bercerita.
Penulis: Hidayat | Editor: Redaksi