MITRABERITA.NET | Konsorsium Hutan dan Sungai (KHAS Aceh) mengingatkan Bupati Aceh Selatan, H. Mirwan Mirwan, agar lebih berhati-hati dalam memberikan rekomendasi izin usaha pertambangan (IUP) dan Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan di wilayahnya. Peringatan itu disampaikan menyusul meningkatnya potensi bencana banjir di sejumlah kecamatan akibat maraknya alih fungsi lahan secara masif.
Direktur KHAS Aceh, Khairul Abrar IH, mengatakan, sebelum mengeluarkan rekomendasi izin, pemerintah daerah perlu mempertimbangkan dampak lingkungan jangka panjang yang dapat mengancam keselamatan masyarakat.
“Aceh Selatan adalah daerah rawan banjir, terutama di Kluet Utara, Kluet Selatan, Samadua, Sawang, Tapaktuan, Trumon, hingga Bakongan. Bahkan banjir di Trumon sudah menjadi isu nasional dan sedang ditangani oleh pemerintah provinsi dan pusat,” ujar Khairul Abrar, Selasa 28 Oktober 2025.
Menurut KHAS Aceh, bencana banjir yang kerap terjadi di Aceh Selatan bukan murni fenomena alam, melainkan akibat dari berkurangnya luas tutupan hutan yang kini banyak berubah menjadi areal tambang dan perkebunan besar.
“Banjir ini akibat berkurangnya tutupan lahan secara besar-besaran. Sedimentasi di sungai meningkat, air meluap ke permukiman, dan rakyat yang akhirnya jadi korban,” tegas Khairul.
Ia menambahkan, dampak sosial dan ekonomi akibat banjir sangat besar. Ribuan rumah warga terendam, lahan pertanian rusak, dan aktivitas masyarakat lumpuh setiap kali hujan deras mengguyur.
“Kerugian rakyat sangat besar, makanya Bupati Mirwan harus berpihak pada rakyat, bukan pada cukong atau pengusaha,” ujarnya.
KHAS Aceh mendesak Bupati Mirwan mengevaluasi seluruh izin IUP dan HGU yang sudah terbit, serta menunda penerbitan izin baru sebelum dilakukan kajian lingkungan yang komprehensif.
Khairul menegaskan, setiap kebijakan terkait pemanfaatan sumber daya alam harus melalui proses yang transparan, partisipatif, dan berbasis keberlanjutan lingkungan.
“Kepala daerah punya tanggung jawab besar melindungi hutan, sungai, dan wilayah resapan air. Jika dibiarkan, eksploitasi atas nama investasi akan membawa bencana sosial yang panjang,” ungkapnya.
KHAS Aceh menilai, pemerintah daerah harus memandang lingkungan sebagai warisan generasi, bukan komoditas ekonomi jangka pendek.
Itu sebabnya, mereka meminta agar semua keputusan izin tambang dan perkebunan disertai dengan dokumen Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) yang dapat dipertanggungjawabkan.
“Rakyat Aceh Selatan membutuhkan perlindungan, bukan kebijakan yang membuka peluang untuk perusahaan, lalu saat bencana datang rakyat dibiarkan menderita,” tutup Khairul Abrar.
Editor: Redaksi










