MITRABERITA.NET | Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendorong Presiden Prabowo Subianto untuk segera menerbitkan regulasi khusus terkait larangan rangkap jabatan setelah keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Plt Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Aminudin, menegaskan bahwa tanpa aturan turunan yang tegas, putusan MK hanya akan berhenti di atas kertas.
“Diperlukan Peraturan Presiden atau Peraturan Pemerintah yang mengatur definisi, ruang lingkup, daftar larangan, serta sanksi bagi pelanggaran rangkap jabatan,” kata Aminudin.
Menurutnya, regulasi itu akan menjadi payung hukum yang memaksa pejabat publik lebih fokus pada tugas pokok. Hal ini sekaligus menutup peluang konflik kepentingan yang berakar dari jabatan ganda.
Sejak 2020, KPK menemukan 564 pejabat merangkap jabatan di berbagai lembaga. Temuan itu menjadi alarm serius bagi pemerintah. “Sebanyak 32 persen di antaranya berpotensi menimbulkan konflik kepentingan,” tegas Aminudin.
KPK menganggap praktik rangkap jabatan sebagai akar persoalan birokrasi yang kerap berimbas pada pelayanan publik. “Kalau pejabat sibuk dengan dua kursi sekaligus, bagaimana mungkin ia fokus mengurus masyarakat?” tambahnya.
Putusan MK No. 128/PUU-XXIII/2025 dinilai memberi dasar hukum kuat untuk melarang rangkap jabatan. Namun, menurut KPK, dasar hukum ini harus segera ditindaklanjuti oleh Presiden.
KPK mendorong sinkronisasi regulasi agar tidak tumpang tindih dengan UU BUMN, UU ASN, maupun UU Administrasi Pemerintahan. Harmonisasi aturan ini dianggap krusial untuk menghindari celah hukum.
“Pemerintah perlu menunjukkan ketegasan. Jangan sampai publik kembali apatis melihat masalah lama dibiarkan berlarut,” tegas Aminudin.
Seperti dilansir Liputan6.com, selain itu, KPK menilai regulasi harus disertai mekanisme pengawasan ketat. Tanpa itu, aturan hanya akan menjadi simbol tanpa dampak nyata.
Kajian KPK tentang rangkap jabatan melibatkan lembaga seperti Kementerian PANRB, Ombudsman, Kementerian BUMN, LAN, hingga pakar etika pemerintahan. Kajian ini dijadwalkan rampung pada Desember 2025.
Bagi KPK, momentum ini tidak boleh terlewat. Mereka menunggu langkah konkret dari Presiden Prabowo dalam memperbaiki wajah birokrasi di Indonesia.
Editor: Redaksi