MITRABERITA.NET | Hari-hari suci yang seharusnya disambut dengan suka cita, kini hanya meninggalkan duka dan keputusasaan. Idul Adha di Jalur Gaza, yang dulu penuh semarak takbir, aroma daging kurban, dan tawa anak-anak, kini berganti menjadi sunyi yang mencekam, dipenuhi ratapan dan kehampaan.
Di tengah reruntuhan bangunan dan tenda pengungsian yang mengular di sepanjang wilayah selatan Gaza, umat Islam Palestina mencoba bertahan. Blokade yang ketat dan serangan demi serangan membuat akses ke bahan pangan terputus. Tidak ada kurban, tidak ada perayaan, bahkan untuk sekadar makan pun mereka kesulitan.
“Tidak ada daging, tidak ada sayur, bahkan roti pun saya tak mampu membelinya. Harganya melambung tinggi,” kata Abdel Rahman Madi, seorang pengungsi di kamp Muwasi, Gaza Selatan, dikutip dari Arab News, Jumat 6 Juni 2025.
Ia juga mengungkap, dalam tiga bulan terakhir, daging segar tidak lagi masuk ke wilayah Gaza. Sementara itu, sebagian besar hewan ternak seperti domba, kambing, sapi, telah mati akibat serangan udara dan darat Israel sejak Oktober 2023.
Di kamp pengungsian Muwasi, beberapa hewan yang tersisa dijual dalam kandang darurat dengan harga tak masuk akal, jauh dari jangkauan masyarakat.
Anak-anak hanya bisa berdiri di luar pagar, menatap hewan kurban dengan wajah kosong, melantunkan takbir bukan dalam suasana gembira, tetapi sebagai pengingat akan hari raya yang kini tak lagi mereka rasakan.
Idul Adha yang sejatinya adalah simbol ketaatan, pengorbanan, dan kasih sayang, bagi rakyat Gaza kini menjadi hari pengingat atas kehilangan –tanah, keluarga, dan hak hidup yang layak.
“Dulu, suasananya meriah seperti Idul Fitri, anak-anak akan merasa lebih ceria. Sekarang dengan blokade, tidak ada tepung, tidak ada pakaian, tidak ada kegembiraan,” tutur Hala Abu Nqeira, seorang ibu yang hanya bisa melihat-lihat barang bekas dan boneka domba di pasar Khan Younis.
“Kami hanya keluar mencari tepung untuk anak-anak kami. Tapi harga tepung saat ini tidak masuk akal,” tambah dia, matanya menatap kosong dengan sisa-sisa senyuman.
Di saat sebagian dunia bersiap menyambut hari besar ini dengan kemewahan dan kelimpahan, jutaan warga Palestina di Gaza hanya bisa mengingat masa lalu yang damai, yang kini terasa semakin jauh.
Namun mirisnya lagi, di tengah penderitaan itu, dunia tetap sunyi. Suara mereka tenggelam di antara laporan-laporan perang, dan sayangnya, juga di antara diamnya solidaritas global.
Idul Adha di Gaza bukan lagi soal ibadah kurban, tapi tentang bertahan hidup. Dan dalam perjuangan sunyi mereka, seakan hanya langit yang menjadi saksi, ketika bumi telah menutup mata dan telinga.
Editor: Redaksi