Komisi I DPRA Rapat dengan Menpan RB Bahas Honorer R2/R3

Komisi I DPRA Rapat dengan Menpan RB Bahas Honorer R2/R3. Foto: Humas DPRA 

MITRABERITA.NET | Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) menggelar rapat penting dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN RB) di Jakarta untuk membahas pengangkatan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) penuh waktu dari tenaga honorer kategori R2/R3.

Rapat yang berlangsung pada Kamis 20 Februari 2025 itu dipimpin Ketua Komisi I DPRA, Tgk. H. Muharuddin, yang didampingi oleh Wakil Ketua Komisi I, Rusyidi Mukhtar, Sekretaris Komisi I, Arif Fadillah, serta anggota Komisi I lainnya.

Turut hadir Kepala BKA, Abd Qahar, Kepala BKN Regional XIII Provinsi Aceh, Ir. Agus Sutiadi, serta seluruh perwakilan Ketua DPRK se-Aceh.

Rombongan diterima oleh pejabat Bidang Kedeputian SDM Aparatur KemenPAN RB, Isti Isrokhimah, dalam rangka konsultasi dan koordinasi terkait permintaan pengangkatan tenaga honorer menjadi PPPK penuh waktu berdasarkan database BKN.

Ketua Komisi I DPRA, Tgk. H. Muharuddin, menegaskan bahwa pihaknya mendukung pengangkatan pegawai paruh waktu menjadi PPPK penuh waktu, namun dengan sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi.

“Kami tidak menaruh keberatan terhadap pengangkatan honorer menjadi PPPK penuh waktu, namun harus melalui evaluasi kinerja dan mempertimbangkan kesiapan anggaran baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota,” ujar Muharuddin.

Terkait tenaga kesehatan (nakes) yang belum memiliki Surat Keputusan (SK) tetapi telah mengabdi selama belasan hingga puluhan tahun, Muharuddin meminta agar mereka tetap bisa diangkat sebagai PPPK berdasarkan bukti masa kerja mereka.

“Para nakes yang telah bekerja 15 hingga 20 tahun di 23 kabupaten/kota harus diberikan perhatian khusus. Mereka cukup melampirkan bukti masa kerja aktif sebagai syarat pengangkatan PPPK, tanpa harus memiliki SK yang selama ini menjadi kendala utama,” tegasnya.

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua Komisi I DPRA, Rusyidi Mukhtar (Ceulangiek), mengusulkan agar rekrutmen PPPK dilakukan secara tertutup bagi tenaga honorer yang telah lama bekerja di instansi masing-masing.

“Jangan dibuka untuk umum, agar seleksi lebih terukur dan tidak menimbulkan polemik serta aksi protes seperti yang pernah terjadi sebelumnya,” jelasnya.

Sementara itu, Sekretaris Komisi I DPRA, Arif Fadillah, menyoroti dampak negatif jika tenaga honorer yang tidak terakomodasi justru dirumahkan.

“Jika pegawai non-ASN yang tidak tertampung malah diberhentikan, maka hal ini akan memperparah angka kemiskinan di Aceh. Kami hadir untuk memperjuangkan hak mereka,” ungkap Arif.

Merespons usulan DPRA, pejabat KemenPAN RB, Isti Isrokhimah, menyatakan kesiapan pemerintah pusat untuk memproses pengangkatan PPPK penuh waktu bagi tenaga honorer, dengan catatan daerah mampu menyediakan anggaran yang cukup sesuai regulasi yang berlaku.

“Jika anggaran daerah mencukupi, maka proses pengangkatan PPPK dapat segera dilaksanakan sesuai aturan yang berlaku,” ujarnya.

Pertemuan ini juga dihadiri oleh perwakilan Aliansi Tenaga Non-ASN Pemerintah Aceh yang dipimpin oleh Mursal Mardani beserta pengurus lainnya. Kehadiran mereka menegaskan betapa pentingnya solusi konkret dalam menangani nasib tenaga honorer di Aceh.

Dengan hasil pertemuan ini, Komisi I DPRA berharap adanya langkah nyata dari pemerintah pusat dan daerah dalam memastikan tenaga honorer R2/R3 dapat segera mendapatkan kepastian status sebagai PPPK, sehingga kesejahteraan mereka lebih terjamin di masa depan.