MITRABERITA.NET | Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Aceh Besar menuntut terdakwa MA dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan keuangan Gampong Seurapong, Kecamatan Pulo Aceh, Kabupaten Aceh Besar.
Sidang pembacaan tuntutan berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Banda Aceh, pada Selasa 11 Februari 2025.
Dalam tuntutannya, JPU menilai terdakwa MA terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dengan menyalahgunakan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Gampong (APBG) tahun 2019 hingga 31 Juli 2020.
Atas perbuatannya, jaksa menuntut terdakwa dengan hukuman pidana penjara selama 3 tahun, dan denda sebesar Rp 50 juta. Jika denda tidak dibayar, maka diganti dengan hukuman kurungan selama 3 bulan.
JPU juga menuntut terdakwa dengan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sebesar Rp 653.009.762.
Jika dalam waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap terdakwa tidak melunasi uang pengganti, maka harta bendanya akan disita dan dilelang oleh jaksa.
“Jika hasil lelang tidak mencukupi, terdakwa akan menjalani hukuman tambahan selama 2 tahun penjara,” ungkap Kepala Seksi Intelijen Kejari Aceh Besar, Filman Ramadhan, para MITRABERITA.NET, Selasa 11 Februari 2025.
Kasus ini bermula dari dugaan penyalahgunaan anggaran oleh terdakwa saat menjabat sebagai pejabat yang bertanggung jawab atas pengelolaan keuangan gampong.
Dana yang seharusnya digunakan untuk pembangunan dan kesejahteraan masyarakat Gampong Seurapong justru disalahgunakan, sehingga menyebabkan kerugian negara.
Dalam persidangan, jaksa menyampaikan bahwa perbuatan terdakwa telah melanggar Pasal 3 ayat (1) jo. Pasal 18 ayat (1) huruf a, b, ayat (2), ayat (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Kepala Kejaksaan Negeri Aceh Besar menegaskan bahwa pihaknya berkomitmen untuk menindak tegas setiap kasus korupsi, termasuk yang terjadi di tingkat gampong.
Melalui Kepala Seksi Intelijen, Kajari Aceh Besar juga mengingatkan bahwa dana desa merupakan aset publik yang harus dikelola dengan transparan dan akuntabel demi kesejahteraan masyarakat.
“Kasus ini menjadi peringatan bagi para aparat desa agar tidak menyalahgunakan dana publik demi kepentingan pribadi,” katanya.
Ia menegaskan bahwa pemberantasan korupsi di tingkat desa menjadi salah satu fokus utama penegak hukum guna memastikan pembangunan daerah berjalan sesuai dengan peruntukannya.
Sidang selanjutnya akan menentukan putusan terhadap terdakwa. Masyarakat Pulo Aceh menanti keadilan dalam kasus ini, mengingat dana yang dikorupsi seharusnya bermanfaat bagi pembangunan desa mereka.