MITRABERITA.NET | Pagi itu, langit Banda Aceh tampak teduh. Di halaman kecil sebuah rumah sederhana di Gampong Lampaseh Kota, langkah Wali Kota Banda Aceh, Illiza Sa’aduddin Djamal, disambut dengan senyum pelan seorang lelaki tua bernama Safiruddin.
Wajahnya berkeriput, tubuhnya ringkih, namun raut wajahnya yang penuh harap tak dapat disembunyikan saat Illiza bersama tim datang dan menggenggam hangat tangannya, seolah ada kelegaan yang sulit diungkapkan dengan kata.
Di usia senjanya, Safiruddin sudah lama tak lagi mampu bekerja. Penglihatannya mulai kabur, pendengarannya melemah, dan setiap hari ia hanya berharap pada belas kasih tetangga.
Namun, Jumat itu terasa berbeda. Ia menjadi salah satu dari ratusan penerima bantuan bagi kaum fakir uzur yang disalurkan langsung oleh Pemerintah Kota Banda Aceh melalui Baitul Mal Kota Banda Aceh, Jumat 31 Oktober 2025.
“Kami berharap bantuan ini dapat meringankan beban hidup sehari-hari, terutama bagi para fakir uzur yang sudah tidak mampu lagi mencari nafkah,” ujar Wali Kota Illiza dengan mata berkaca-kaca.
Program bantuan fakir uzur ini bukan sekadar pemberian dana. Ini bagian aksi nyata dari kepedulian, dari niat tulus untuk memastikan tak ada satu pun warga kota yang dibiarkan sendirian dalam kesulitan.
Ketua Baitul Mal Kota Banda Aceh, M. Yusuf Al-Qardhawy, menjelaskan bahwa pada tahap kedua ini, sebanyak 650 fakir uzur dan lansia miskin menerima bantuan uang tunai sebesar Rp1.500.000 per orang.
Dana itu diberikan setiap tiga bulan sekali, dengan sasaran mereka yang sudah tak mampu bekerja, berumur di atas 60 tahun, dan hidup dalam keterbatasan bersama keluarga yang juga serba kekurangan.
“Kami ingin memastikan bahwa dana umat ini benar-benar sampai ke tangan yang berhak, dikelola secara amanah, profesional, dan transparan,” ujar Yusuf.
Penyerahan bantuan di Lampaseh Kota berlangsung sederhana namun penuh makna. Tak ada kemewahan, hanya doa dan ucapan syukur dari para penerima yang duduk rapi.
Illiza menyapa mereka satu per satu, menanyakan kabar, bahkan sempat membantu seorang nenek yang berjalan tertatih menuju tempat duduknya.
Di tengah kesibukan sebagai pemimpin daerah, momen seperti ini menunjukkan sisi lain dari seorang Illiza, bukan hanya sebagai wali kota, tetapi juga sebagai anak bangsa yang peduli.
“Kami ingin memastikan setiap warga, terutama yang membutuhkan, mendapatkan perhatian dan pelayanan yang layak. Karena tugas kami bukan hanya membangun gedung dan jalan, tapi juga menjaga hati dan kehidupan manusia,” ucap Illiza.
Bagi warga seperti Safiruddin, bantuan ini bukan hanya berarti uang, tetapi juga harapan, bahwa mereka masih dihargai, masih diperhatikan, masih menjadi bagian dari kota yang mereka cintai.
Senyum-senyum kecil itu, doa yang lirih terucap, menjadi saksi bahwa kepedulian sosial masih hidup di Banda Aceh. Di balik angka dan data penerima, tersimpan kisah tentang kasih sayang, pengabdian, dan tanggung jawab moral antara pemerintah dan rakyatnya.
Ketika Illiza berpamitan, Safiruddin menggenggam tangan sang wali kota lebih erat. “Terima kasih, Bu. Mungkin ini kecil bagi orang lain, tapi besar sekali bagi saya,” katanya dengan suara bergetar.
Dan di mata Illiza, tampak jelas: itulah makna sebenarnya dari kepemimpinan, bukan sekadar memerintah, tapi hadir untuk menyentuh hati warganya yang membutuhkan.
Editor: Redaksi













