DINAMIKA

HGU PT Ambya Putra Terus Diserobot, Pemerintah Daerah Dinilai Tutup Mata

×

HGU PT Ambya Putra Terus Diserobot, Pemerintah Daerah Dinilai Tutup Mata

Sebarkan artikel ini
HGU PT Ambya Putra Terus Diserobot, Pemerintah Daerah Dinilai Tutup Mata. Foto: Tangkapan layar video

MITRABERITA.NET | Bertahun-tahun berjuang mempertahankan haknya, Cut Nina Rostina, pemilik HGU PT Ambya Putra, kembali harus menelan pil pahit setelah Musradi –Keuchik Gampong (kepala desa) Cot Rambong yang telah ditetapkan sebagai tersangka pemalsuan dokumen dan penyerobotan lahan– justru dialihkan statusnya menjadi tahanan kota, tetap bebas berkeliaran, bahkan masih menjabat sebagai kepala desa, sementara pemerintah daerah terkesan diam membisu.

Keputusan Pengadilan Negeri Suka Makmue yang mengalihkan penahanan Musradi dari lapas menjadi tahanan kota menuai kekecewaan mendalam bagi Cut Nina Rostina, Direktur PT Ambya Putra sekaligus pemilik sah izin HGU.

Dalam keterangannya kepada media, di Banda Aceh, Rabu malam  10 September 2025, Cut Nina mengatakan bahwa keputusan itu tidak hanya melemahkan proses hukum yang sedang berjalan, tetapi juga membuka ruang intimidasi dan gangguan di lapangan.

“Ini bukan hanya soal lahan, ini soal keadilan. Bagaimana mungkin seorang tersangka pemalsuan dokumen dan penyerobotan tanah masih diberi keleluasaan menjabat sebagai keuchik? Keputusan ini jelas menghambat upaya kami menyelesaikan masalah di lapangan,” ujar Cut Nina dengan nada kecewa.

Kepada media, Cut Nina menuturkan, permohonan pengamanan yang berulang kali diajukan kepada Polres Nagan Raya sering kali diabaikan. Akibatnya, benturan di lapangan tak terhindarkan ketika pihak perusahaan berusaha melakukan pengukuran lahan.

“Kami seperti dibiarkan berjuang sendirian menghadapi mafia tanah yang terkesan tak tersentuh hukum. Sementara aparat justru terlihat enggan memberikan perlindungan,” ungkapnya dengan rasa kecewa.

Menurut Cut Nina, pemerintah daerah seharusnya tegas mengambil sikap, minimal dengan menangguhkan sementara jabatan Musradi sebagai keuchik selama proses hukum berjalan.

“Bagaimana kami selaku masyarakat Indonesia bisa percaya pada penegakan hukum kalau seorang kepala desa yang berstatus tersangka masih diberi panggung kekuasaan?” tambahnya.

Hingga kini, PT Ambya Putra mengalami kerugian besar karena tidak bisa memanfaatkan lahan HGU yang sah secara hukum. Puluhan hektar lahan telah ditanami sawit oleh pihak yang diduga terlibat dalam jaringan penyerobotan. Ironisnya, kasus ini berjalan lamban, sementara intimidasi terhadap korban terus berlanjut.

Cut Nina mengaku sangat kecewa dengan pemerintah daerah yang seolah menutup mata terhadap persoalan ini. Ia pun meminta atensi Gubernur Aceh Muzakir Manaf (Mualem) dan Bupati Nagan Raya untuk turun tangan, karena pembiaran kasus ini hanya akan memperburuk citra pemerintah dalam penegakan hukum.

“Kalau seorang perempuan seperti saya saja yang sudah berjuang keras untuk mendapatkan keadilan bertahun-tahun tetap saja tidak dihargai seperti ini, bagaimana dengan masyarakat lainnya? Jangan sampai masyarakat kehilangan kepercayaan kepada negara hanya karena aparat dan pemerintah diam di hadapan mafia tanah,” tegas Cut Nina.

Desakan kepada pemerintah makin kuat, sebab keberadaan seorang kepala desa berstatus tersangka yang masih aktif menjabat dinilai mencoreng wibawa pemerintahan di tingkat gampong maupun kabupaten. Ia menyebut situasi ini sekaligus menjadi ujian bagi kepemimpinan Mualem sebagai Gubernur Aceh.

Cut Nina menilai, pembiaran terhadap kasus ini hanya akan menciptakan preseden buruk penegakan hukum. Mafia tanah yang sengaja merampas tanah tanpa hak ke depan akan semakin merasa kebal hukum, sementara pihak yang memiliki hak sah untuk tanah tersebut terus dirugikan.

“Seharusnya kasus ini menjadi alarm keras bagi pemerintah khususnya Pemerintah Kabupaten Nagan Raya. Bila pemerintah daerah tidak bertindak, istilah hukum hanya milik mafia akan semakin menguat di mata rakyat,” ujarnya.

Kini publik menunggu keberanian Gubernur Aceh dan Bupati Nagan Raya dalam mengambil langkah tegas. Apakah mereka berani mencopot keuchik yang sudah berstatus tersangka, atau justru membiarkan kasus ini berlarut hingga kepercayaan masyarakat benar-benar runtuh?

“Bertahun-tahun saya berjuang menuntut keadilan, tetapi belum ada hasilnya. Saya hanya ingin hukum ditegakkan tanpa pandang bulu demi keadilan sesuai dengan peraturan dan hukum yang berlaku di Indonesia,” tutup Cut Nina dengan suara bergetar, mewakili rasa frustrasi seorang wanita yang haknya dirampas dan tak kunjung mendapat perlindungan dari negara.

Penulis: Hidayat | Editor: Redaksi

Media Online