GeRAK Desak DKPP Lanjutkan Sidang Dugaan Pelanggaran Kode Etik Komisioner KIP Bireuen

GeRAK Desak DKPP Lanjutkan Sidang Dugaan Pelanggaran Kode Etik Komisioner KIP Bireuen. Foto: Dok. GeRAK

MITRABERITA.NET | Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), secara mendadak menghentikan sidang etik terhadap Komisioner Komisi Independen Pemilihan (KIP) Kabupaten Bireuen.

Penghentian itu diputuskan DKPP hanya karena laporan terhadap dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu itu telah dicabut oleh pengadu tanpa penjelasan yang memadai ke publik.

Keputusan DKPP out mendapat sorotan tajam dari Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Bireuen. Koordinator GeRAK Bireuen, Murni M. Nasir, mengecam keras keputusan tersebut.

Kepada media, dia menyebut penghentian sidang etik itu sebagai tamparan keras terhadap komitmen etika pemilu dan bentuk pelemahan serius atas akuntabilitas penyelenggara.

“Ini bukan sekadar pencabutan laporan, tapi bentuk kompromi terhadap nilai integritas. Proses etik tidak boleh tunduk pada tarik-ulur politik atau kepentingan jangka pendek,” tegas Murni.

GeRAK juga menyayangkan sikap para pengadu, yaitu Ketua dan Anggota Panwaslih Kabupaten Bireuen, karena mencabut laporan tanpa menjelaskan alasan secara terbuka.

Tanpa alasan ya g jelas, keputusan pengadu telah menyebabkan spekulasi publik dan menggerus kepercayaan terhadap institusi pengawas pemilu itu sendiri.

“Kalau alasannya hanya karena habis masa jabatan, tentu itu sangat tidak masuk akal. Sidang etik ini bukan soal jabatan, tapi soal pertanggungjawaban moral atas proses yang sudah berjalan. Bahkan jika benar sudah ada dugaan pelanggaran, proses etik seharusnya tetap berjalan,” tegasnya.

Itu sebabnya, GeRAK Bireuen mendesak Jaksa Agung dan Kapolri untuk mencermati dugaan praktik transaksional dalam penghentian kasus etik ini.

Ia juga menjelaskan bahwa munculnya spekulasi mengenai adanya tekanan politik atau kompromi tertutup sangat membahayakan kepercayaan publik dan berpotensi menjadi pola buruk dalam penyelesaian perkara etika pemilu di masa depan.

“Kami tidak menuduh, tapi kami mendesak. Ini harus diselidiki. Penegakan etik jangan sampai dicampur dengan transaksi di balik layar. Jika ini dibiarkan, lembaga seperti DKPP hanya akan menjadi formalitas seremonial,” kata Murni.

GeRAK juga menegaskan kembali bahwa dugaan manipulasi jalannya debat publik oleh KIP Bireuen, termasuk dugaan penukaran pertanyaan dalam amplop tersegel adalah pelanggaran berat yang tidak bisa dianggap remeh.

“Kecurangan dalam format debat bukan soal teknis. Itu bentuk pengkhianatan terhadap pemilih. Ini bisa mengarahkan pemilu menjadi tidak adil sejak awal,” imbuhnya .

GeRAK Bireuen juga menyampaikan tiga tuntutan konkret terhadap permasalahan tersebut.  Pertama, mendesak DKPP melanjutkan kajian etik internal secara independen, meski laporan telah dicabut, dan mempublikasikan temuan secara terbuka ke publik.

Kedua, KIP Aceh dan KPU RI harus mengambil langkah evaluasi dan penindakan internal, serta memastikan sanksi dijatuhkan jika terbukti ada pelanggaran etik oleh Komisioner KIP Bireuen.

Ketiga, Penegak hukum, termasuk Kejaksaan dan Kepolisian, agar turun tangan menyelidiki kemungkinan adanya intervensi atau transaksi politik dalam pencabutan laporan tersebut.

Murni mengingatkan bahwa keadilan pemilu bukan hanya ditentukan saat hari pencoblosan, tapi juga pada proses-proses sebelum dan sesudahnya, termasuk di meja pengadilan etik.

“Kami tidak sedang mengejar siapa yang kalah atau menang. Kami mengejar nilai, keadilan, dan kebenaran. Kritik kami bukan karena benci, tapi karena kami peduli pada demokrasi yang sedang terus dipertaruhkan,” pungkasnya.

Editor: Redaksi