DINAMIKAUTAMA

Dukung Ketua DPRA, Laskar Panglima Nanggroe Soroti Ketidakseriusan Pusat Jalankan MoU Helsinki

×

Dukung Ketua DPRA, Laskar Panglima Nanggroe Soroti Ketidakseriusan Pusat Jalankan MoU Helsinki

Sebarkan artikel ini
Laskar Panglima Nanggroe Soroti Ketidakseriusan Pusat Jalankan MoU Helsinki. Foto: Dok. MB / Getty Images

MITRABERITA.NET | Sikap politik Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Zulfadhli Amd, yang meminta massa aksi menambahkan poin kontroversial “Aceh pisah dari pusat” dalam unjuk rasa pada Senin 1 September 2025, menuai pro dan kontra di publik.

Salah satu organisasi masyarakat, Laskar Panglima Nanggroe Aceh, menyatakan dukungan penuh terhadap langkah Zulfadhli yang dianggap mencerminkan keresahan mayoritas masyarakat Aceh.

Ketua Laskar Panglima Nanggroe Aceh, Sulaiman Manaf, menegaskan bahwa desakan sejumlah pihak agar Zulfadhli dicopot dari jabatannya sebagai Ketua DPRA adalah langkah keliru.

“Apa yang disampaikan oleh Ketua DPRA, Zulfadhli sangat kami dukung penuh. Karena kondisi Indonesia saat ini tidak menentu. Kalau pusat tidak sanggup mengurus Aceh, dan tidak serius merealisasikan poin-poin MoU Helsinki, lebih baik Aceh dibiarkan mengurus dirinya sendiri,” ujar Sulaiman, di Banda Aceh, Rabu 3 September 2025.

Ia menambahkan, jabatan Ketua DPRA merupakan hak prerogatif Muzakir Manaf (Mualem) selaku Ketua Umum Partai Aceh. Karena itu, segala desakan pencopotan Zulfadhli dinilai hanya akan memicu kegaduhan baru di Aceh.

“Jika ada pihak yang mendesak agar Teungku Abang –sapaan akrab Zulfadhli– dicopot, kami akan membela Ketua DPRA yang kami nilai konsisten membela kepentingan rakyat Aceh,” tegasnya.

Menurut Sulaiman, pernyataan Zulfadhli lahir secara spontan dari situasi yang tengah berkembang, termasuk polemik dana Otonomi Khusus (Otsus) yang dipertanyakan pemerintah pusat.

“Aceh selalu disebut daerah modal kemerdekaan Indonesia, tapi setelah 80 tahun kita belum menikmati hasil alam yang sebenarnya. Baru sedikit diberikan dana Otsus sebagai kompensasi perang, kini malah dipersoalkan,” katanya.

Lebih jauh, ia menilai pemerintah pusat tidak serius menjalankan komitmen dalam MoU Helsinki. “Kita sudah punya himne, tapi bendera Aceh bintang bulan dianggap simbol separatis. Itu bukti pusat belum ikhlas berdamai dengan Aceh,” ujarnya.

Sulaiman mengingatkan agar pemerintah pusat tidak terus menempatkan Aceh sebagai musuh. “Sudah 20 tahun kita menjaga perdamaian, tapi jangan lagi dipicu masalah baru. Jangan sampai ada pihak-pihak tertentu yang sengaja mencari panggung dengan mengganggu stabilitas Aceh,” pungkasnya.

Media Online