MITRABERITA.NET | Kabar tak sedap kembali menyelimuti Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) milik Pemerintah Aceh, PT Pembangunan Aceh (PT PEMA). Sejumlah petinggi perusahaan plat merah itu diduga menerima bonus jumbo dengan nilai tak wajar.
Transaksi miliaran rupiah yang mengalir ke rekening pribadi pejabat internal perusahaan pun kini resmi dilaporkan ke Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) serta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Informasi yang dihimpun dari laporan Aliansi Pegawai PEMA menyebutkan, dana fantastis itu dicairkan usai Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Sirkuler pada 24 Juni 2025.
Uang miliaran rupiah langsung ditransfer ke sejumlah rekening pribadi pejabat PT PEMA dan kemudian ditarik tunai pada hari yang sama tanpa pelaporan resmi.
Dilansir Penanews.co.id, penerima terbesar adalah Faisal Ilyas, Direktur Komersial, yang disebut menerima Rp 2,3 miliar.
Sementara Dedi Darmadi (Manajer Keuangan) mendapat Rp 900 juta, Yusrizal (Manajer SDM) Rp 300 juta, dan Reza Irwanda (Sekretaris PT PEMA) Rp 600 juta.
Nama lain yang ikut disebut adalah Rini Santia, SH, yang menerima pembayaran jasa produksi meski baru aktif bekerja pada 2025.
“Faisal Ilyas menerima tantiem dengan nilai fantastis, sementara 13 orang eks direksi dan komisaris yang bekerja di PT PEMA pada 2024 tidak mendapatkan apa-apa, termasuk almarhum Kamarduddin Abubakar,” ungkap laporan tersebut pada Jumat 29 Agustus 2025.
Laporan itu juga menyoroti kejanggalan pemberian bonus kepada Dedi Darmadi dan Yusrizal. Keduanya pada 2024 masih berstatus staf dengan capaian kinerja rendah, namun justru mendapat bonus berlipat dibanding pejabat lain dengan Key Performance Indicator (KPI) tinggi.
Aliansi menduga praktik ini sengaja direkayasa untuk menyalurkan gratifikasi kepada pihak ketiga, termasuk kemungkinan suap kepada pejabat publik maupun aparat penegak hukum di Aceh.
Transaksi jumbo itu disebut tak mungkin cair tanpa persetujuan Direktur Utama PT PEMA, Mawardi Nur.
“Berdasarkan hasil telaah, dugaan pelanggaran ini mengarah pada Pasal 3 dan 5 UU Tipikor, UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), serta aturan tata kelola BUMD sesuai UU Perseroan Terbatas dan PP No. 54/2017,” tulis laporan itu.
Aliansi Pegawai PEMA secara tegas meminta KPK dan PPATK untuk menelusuri aliran dana tersebut, melakukan audit menyeluruh terhadap bonus tahun buku 2024, serta memeriksa khusus Dirut PT PEMA.
Mereka juga mengaku telah melaporkan transaksi ke otoritas perpajakan untuk memperkuat bukti awal.
“Demikian laporan ini kami sampaikan dengan harapan PPATK dan KPK segera melakukan investigasi mendalam terhadap praktik menyimpang yang terjadi di BUMD milik Pemerintah Aceh ini.”
Upaya konfirmasi dilakukan wartawan kepada manajemen PT PEMA tidak mendapatkan respon. Hingga berita ini diturunkan, baik Direktur Utama maupun Sekretaris Perusahaan memilih bungkam. Tidak ada tanggapan, tidak ada penjelasan resmi.
Kasus ini semakin menyita perhatian publik karena PT PEMA adalah perusahaan daerah yang diharapkan mampu mendongkrak pendapatan asli daerah (PAD) Aceh. Alih-alih memberi manfaat, dugaan praktik korupsi dan gratifikasi justru mencoreng nama baik BUMD tersebut.
Editor: Redaksi