Dr Usman Lamreung Tegaskan Status Tanah Blang Padang Bukan Aset Negara, Desak Kemenkeu Beri Klarifikasi

Dr Usman Lamreung Tegaskan Status Tanah Blang Padang Bukan Aset Negara, Desak Kemenkeu Beri Klarifikasi. (Foto: Lukman/ Acehnews.id)

MITRABERITA.NET | Pengamat Politik dan Kebijakan Publik, Dr Usman Lamreung, menegaskan bahwa Tanah Blang Padang di Banda Aceh bukanlah milik negara atau pemerintah daerah, melainkan tanah wakaf yang sejak masa Kesultanan Aceh telah diperuntukkan bagi kepentingan Masjid Raya Baiturrahman.

Penegasan ini disampaikan Usman Lamreung dalam menyikapi polemik yang kembali mencuat terkait izin penggunaan lahan oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) melalui penerbitan surat dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

“Penelusuran sejarah kepemilikan Blang Padang menunjukkan bahwa kawasan ini adalah tanah wakaf. Bukan hanya berdasar narasi lokal, tapi juga didukung oleh sumber historis kredibel, seperti catatan penulis Belanda, kesaksian tokoh masyarakat, serta pendapat para sejarawan Aceh,” tegas Dr Usman, Selasa 8 Juli 2025.

Pernyataan Dr Usman selaras dengan keterangan Drs. H. Teuku Sulaiman, MM, mantan Kepala Kantor Pertanahan Kota Banda Aceh. Ia menyatakan tidak pernah menemukan data resmi yang menunjukkan tanah tersebut pernah diberikan hak kepemilikan dalam bentuk apa pun.

“Peta Blad Nomor 310 Tahun 1906 juga memperkuat hal ini. Tidak ada keterangan yang menyebut Blang Padang sebagai bagian dari wilayah militer kolonial Belanda. Berbeda dengan Kuta Alam yang jelas disebut sebagai markas dan rumah sakit militer,” terang Sulaiman.

Usman Lamreung menuturkan, sejarawan Aceh almarhum Rusdi Sufi juga sempat mengemukakan bahwa Blang Padang dulunya merupakan lahan pertanian produktif yang diwakafkan oleh Sultan Aceh.

Hasilnya digunakan untuk mendukung kebutuhan operasional Nazir Masjid Raya Baiturrahman, sebuah praktik yang umum dalam tradisi wakaf produktif di era Kesultanan Aceh Darussalam.

“Dengan berbagai bukti tersebut, status wakaf Blang Padang memiliki legitimasi kuat dari aspek sejarah, syariat Islam, hingga struktur sosial masyarakat Aceh. Artinya, ia adalah harta umat yang tidak boleh diklaim sepihak sebagai aset negara,” ujar Dr Usman.

Namun, persoalan baru muncul ketika Kementerian Keuangan disebut-sebut telah menerbitkan izin penggunaan tanah kepada TNI. Dr Usman menilai langkah ini menimbulkan pertanyaan serius terkait dasar hukum yang digunakan dalam pemberian izin tersebut.

“Jika benar tanah ini wakaf, maka jelas bukan termasuk dalam kategori Barang Milik Negara (BMN). Artinya, tidak bisa dialihkan atau dimanfaatkan tanpa prosedur hukum wakaf sesuai dengan regulasi nasional dan syariah. Ini adalah pelanggaran prinsip hukum,” tambahnya.

DIa menegaskan, dalam konteks negara hukum, seharusnya institusi negara menjadi contoh dalam menaati aturan, bukan justru mengaburkan batas legalitas. Ia menegaskan, Kementerian Keuangan wajib memberikan klarifikasi terbuka kepada publik, khususnya masyarakat Aceh.

“Negara seharusnya hadir untuk memberikan kepastian hukum, bukan memicu konflik administratif dan hukum atas tanah yang secara historis merupakan milik umat,” tegasnya.

Dr Usman juga menyerukan agar seluruh pemangku kepentingan di Aceh, termasuk Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU), para akademisi, dan tokoh masyarakat, bersatu mengawal persoalan ini hingga tuntas.

Menurutnya, upaya kolektif diperlukan untuk menjaga kemurnian status tanah wakaf Blang Padang dan memastikan bahwa lahan tersebut dikembalikan kepada fungsi asalnya sebagaimana amanah para pewakaf terdahulu.

“Ini bukan sekadar soal legalitas administratif, tapi juga tanggung jawab moral untuk menjaga warisan sejarah dan nilai-nilai keislaman di Aceh,” tutup Dr Usman Lamreung.

Editor: Tim Redaksi