DINAMIKA

Dakwaan Jaksa Bongkar Peran Nadiem Makarim dalam Pengadaan Chromebook

×

Dakwaan Jaksa Bongkar Peran Nadiem Makarim dalam Pengadaan Chromebook

Sebarkan artikel ini
Nadiem Makarim (tengah) di Kejaksaan Agung. (Foto: Viva.co.id)

MITRABERITA.NET | Sidang perkara pengadaan Chromebook di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengungkap dugaan intervensi eks Mendikbudristek Nadiem Makarim dalam proses kajian teknis.

Jaksa penuntut umum (JPU) menyebut Nadiem pernah memerintahkan perubahan susunan tim teknis lantaran hasil kajian awal tidak sesuai dengan keinginannya. Hal itu terungkap dalam pembacaan dakwaan berlangsung dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, pada Selasa (16/12/2025).

JPU membacakan surat dakwaan terhadap Sri Wahyuningsih, Direktur Sekolah Dasar pada Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah periode 2020–2021 sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) di lingkungan Direktorat Sekolah Dasar Tahun Anggaran 2020–2021.

“Karena hasil kajian pertama tim teknis tidak mengusulkan sistem operasi Chrome, maka atas perintah Terdakwa Nadiem Anwar Makarim melalui Jurist Tan untuk memasukkan Ibrahim Arief alias Ibam dan Stefani Nadia Purnama selaku Konsultan PSPKI/Tim Wartek menjadi anggota Tim Teknis Analisa Kebutuhan Alat Pembelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi di SD dan SMP Tahun Anggaran 2020,” ujar salah satu jaksa, Seperti dilansir Kompas.com.

Jaksa menjelaskan, Ibrahim Arief alias Ibam dan Stefani Nadia Purnama kemudian ditugaskan untuk memeriksa ulang hasil kajian pertama serta memasukkan sistem operasi Chrome dalam rekomendasi tim teknis. Langkah ini menjadi titik awal perubahan arah kajian pengadaan alat pembelajaran teknologi informasi dan komunikasi di jenjang SD dan SMP.

Selanjutnya, pada 2–5 Mei 2020, tim teknis melakukan survei ketersediaan Chromebook di pasar berdasarkan spesifikasi yang dipaparkan oleh Ibrahim Arief. Spesifikasi tersebut, menurut jaksa, diperoleh Ibam setelah bertemu dengan perwakilan Google, Ganis Samoedra Murharyono dan Collin Marson.

Namun, survei yang dilakukan tim teknis tidak mencakup harga laptop Chromebook maupun harga Chrome Device Management (CDM) yang akan dimasukkan dalam pengadaan.

Jaksa menyebut, harga dua komponen tersebut justru telah ditentukan lebih dulu oleh Ibrahim Arief dan Fiona Handayani selaku Staf Khusus Menteri. Tim teknis juga disebut tidak melakukan survei harga laptop Chromebook dan CDM kepada prinsipal maupun distributor.

“Harga laptop Chromebook maupun Chrome Device Management (CDM) sudah ditentukan oleh Ibrahim Arief alias Ibam dan Fiona Handayani sebesar Rp6 juta per unit, belum termasuk Chrome Device Management (CDM),” lanjut jaksa.

Tak hanya itu, penetapan harga juga dinilai tidak didasarkan pada kajian kebutuhan masing-masing direktorat di lingkungan PAUD, Dikdas, dan Dikmen. “Harga yang ditentukan oleh Ibrahim Arief alias Ibam dan Fiona Handayani tidak melalui kajian kebutuhan masing-masing Direktorat pada PAUDasmen,” imbuh jaksa.

Kajian hasil revisi tersebut kemudian menjadi dasar pelaksanaan pengadaan, hingga akhirnya produk berbasis sistem operasi Chrome terpilih untuk memenuhi kebutuhan Kemendikbudristek. Dalam perkara ini, JPU menyebut empat terdakwa telah menyebabkan kerugian keuangan negara yang ditaksir mencapai Rp 2,1 triliun.

Sebelumnya, jaksa telah lebih dahulu membacakan dakwaan terhadap tiga terdakwa, yakni eks Konsultan Teknologi di lingkungan Kemendikbudristek Ibrahim Arief, Direktur SMP pada Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah periode 2020–2021 sekaligus KPA di lingkungan Direktorat Sekolah Menengah Pertama Tahun Anggaran 2020–2021 Mulyatsyah, serta Sri Wahyuningsih.

Sementara itu, eks Mendikbudristek Nadiem Makarim dijadwalkan menjalani sidang perdana pada pekan depan. Saat ini, Nadiem diketahui tengah menjalani proses penyembuhan dan dirawat di rumah sakit.

Adapun berkas perkara untuk tersangka Jurist Tan (JT), Staf Khusus Mendikbudristek periode 2020–2024, belum dapat dilimpahkan ke pengadilan karena yang bersangkutan masih buron.

Para terdakwa dalam perkara ini didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Editor: Redaksi

Media Online